Rabu, 24 April 2013

Majas atau Gaya Bahasa


Majas atau Gaya Bahasa

 

      Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
      Banyak yang mengalami kesulitan yang di alami siswa dalam belajar majas gaya bahasa. Mengapa ? karena siswa lebih banyak menghafal dan meninjau dari sisi definisi.
      Ada cara yang lebih Praktis untuk belajar ini. Perhatikan contoh berikut :         
Majas Personifikasi = Membandingkan benda mati seolah-olah hidup
               Ombak pantai menyapu gubuk-gubuk di Pantai Parangtritis.
Perhatikan kata kerjanya adalah menyapu, Ombak = benda mati melakukan tindakan menyapu (ombak tidak bisa melakukan itu) Jadi pada majas ini yang diperhatikan adalah pekerjaan kalau pelaku tidak bisa melakukan maka Personifikasi.

 

I.    Majas perbandingan

1.       Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
Alegori adalah majas yang menjelaskan maksud tanpa secara harafiah. Umumnya alegori merujuk kepada penggunaan retorika, namun alegori tidak harus ditunjukkan melalui bahasa, misalnya alegori dalam lukisan atau pahatan.
Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.
2.       Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
Majas perbandingan yang menggunakan berbagai kata kiasan, peribahasa yang sudah lazim didengar semua orang.
Contoh penggunaan : Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya.
Penjelasan :      Kata 'Batang hidung' dalam kalimat diatas sudah lazim didengar orang dan diketahui artinya, yang mana 'Batang hidung' berarti " Sosok seseorang ". Kalimat diatas berarti : Sudah dua hari ia tidak terlihat sosoknya ( bersembunyi ).
3.       Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
Antropomorfisme adalah atribusi karakteristik manusia ke makhluk bukan manusia. Subyek antropomorfisme seperti binatang yang digambarkan sebagai makhluk dengan motivasi manusia, dapat berpikir dan berbicara, atau benda alam seperti angin atau matahari. Istilah antropomorfisme berasal dari bahasa Yunani νθρωπος (anthrōpos), manusia dan μορφή (morphē), bentuk. Tiga hewan antropomorfis yang paling terkenal sampai saat ini adalah Donal Bebek, Miki Tikus, serta Tom dan Jerry.
4.       Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
Antonomasia adalah sebuah majas perbandingan yang menyebutkan sesuatu bukan dengan nama asli dari benda tersebut, melainkan dari salah satu sifat benda tersebut.Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
      Contoh:       Si Gemuk
*       Si Lincah
*       Si Pintar
5.       Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
6.       Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang. Aptronim adalah pemberian nama orang yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
      Contoh: Karena sehari-hari ia bekerja sebagai kusir gerobak, ia dipanggil Karto Grobak.
7.       Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
Depersonifikasi adalah majas yang berupa pembandingan manusia dengan bukan manusia atau dengan benda [1]. Majas ini mirip dengan majas metafora. Contoh: dikau langit, daku bumi.
8.       Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
Disfemisme : Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya. Fabel : Menyatakan perilaku binatang seperti tingkah laku manusia.
9.       Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar.
Contoh : "Di mana 'tempat kencing'nya?" dapat diganti dengan "Di mana 'kamar kecil'nya?". Kata "tempat kencing"(dalam bahasa sehari-hari biasa juga disebut WC) tidak cocok jika akan digunakan untuk percakapan yang sopan. Kata "kamar kecil" dapat menggantikannya. Kata "kamar kecil" ini konotasinya lebih sopan daripada kata "tempat kencing". Jadi dalam eufemisme terjadi pergantian nilai rasa dalam percakapan dari kurang sopan menjadi lebih sopan.
10.   Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
Eponim adalah nama orang (bisa nyata atau fiksi) yang dipakai untuk menamai suatu tempat, penemuan atau benda tertentu dikarenakan kontribusi atau peranan tokoh yang bersangkutan pada obyek yang dinamai tersebut. Dalam bidang sains dan teknologi, sebuah penemuan biasanya diberi nama sesuai dengan penemunya,
contoh:             Bilangan Avogadro (oleh Amedeo Avogadro),
*       Mesin diesel (oleh Rudolf Diesel),
*       Penyakit Parkinson (oleh James Parkinson),
*       Komet Halley (oleh Edmond Halley),
*       distribusi Gauss (oleh Carl Friedrich Gauss),
*       Konstanta Planck (oleh Max Planck),
11.   Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
Fabel, diambil dari bahasa Belanda adalah cerita yang menggunakan hewan sebagai tokoh utamanya. Misalkan cerita kancil atau cerita Tantri di Indonesia.
Banyak satrawan dan penulis dunia yang juga memanfaatkan bentuk fabel dalam karangannya. Salah seorang pengarang fabel yang terkenal adalah Michael de La Fontaine dari Perancis. Penyair Sufi Fariduddin Attar dari Persia juga menuliskan karyanya yang termashur yakni Musyawarah Burung dalam bentuk fabel.
Biasa pada sebuah fabel tersirat moral atau makna yang lebih mendalam.
12.   Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
Hipokorisme adalah penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
      Contoh: Lama Otok hanya memandangi ikatan bunga biji mata itu, yang membuat otok kian terkesima.
13.   Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
Hiperbol (Yunani Kuno: περβολή 'berlebihan') adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara berlebihan. Lawannya antara lain meiosis dan litotes.
Contoh:       Suara keras menggelegar membelah bumi.
*       Perasaanku teriris-iris mendengar kisahnya.
14.   Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
Litotes adalah salah satu jenis majas dalam Bahasa Indonesia. Litotes adalah majas yang mengungkapkan perkataan dengan rendah hati dan lemah lembut. Biasanya hal ini dicapai dengan menyangkal lawan daripada hal yang ingin diungkapkan.
Contoh:       Akan kutunggu kehadiranmu di bilikku yang kumuh di desa
      Wanita itu parasnya tidak jelek
15.   Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
Metonimia adalah sebuah majas yang menggunakan sepatah-dua patah kata yang merupakan merek, macam atau lainnya yang merupakan satu kesatuan dari sebuah kata.
Contoh:       Rokok diganti Djarum atau Gudang Garam.
      Mobil diganti dengan Kijang.
Terapan dalam kalimat :       Ayah membeli sebatang Djarum Coklat.
                              Kakak pergi naik Kijang hijau.
Penjelasan :
1.       Kata Djarum Coklat pada kalimat di atas bukanlah merupakan benda aslinya (sebuah jarum berwarna coklat), melainkan sebuah merek dari sebuah rokok/kretek.
2.       Kata Kijang hijau pada kalimat di atas bukanlah merupakan benda aslinya (seekor kijang yang bewarna hijau), melainkan sebuah merek mobil Toyota
16.   Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
Metafora adalah salah satu majas dalam Bahasa Indonesia, dan juga berbagai bahasa lainnya. Metafora adalah majas yang mengungkapkan ungkapan secara langsung.
Contoh:       Engkau belahan jantung hatiku sayangku.
            Raja siang keluar dari ufuk timur.
            Jonathan adalah bintang kelas dunia.
me·ta·fo·ra /métafora/ n Ling pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan, misalnya tulang punggung dalam kalimat pemuda adalah tulang punggung negara
17.   Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
Personifikasi adalah salah satu majas dalam Bahasa Indonesia. Personifikasi adalah majas yang memberikan sifat-sifat manusia pada benda mati.
Contoh:       Saat ku melihat rembulan, dia seperti tersenyum kepadaku seakan-akan aku merayunya.
            Mentari pagi hari membangunkan isi bumi.
18.   Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
19.   Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita
Parabel (bahasa Yunani: παραβολή, parabolē) adalah cerita rekaan untuk menyampaikan ajaran agama, moral, atau kebenaran umum dengan menggunakan perbandingan atau ibarat [1]. Parabel seperti metafora yang diperluas menjadi suatu kisah singkat dan berbeda dengan fabel dalam hal pengibaratannya: fabel menggunakan hewan, tumbuhan, benda, dll. sedangkan parabel menggunakan manusia. Injil merupakan suatu
contoh yang banyak mengandung parabel di dalamnya
20.   Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
Perifrasa adalah majas yang berupa pengungkapan yang panjang sebagai pengganti pengungkapan yang lebih pendek [1], atau, dengan kata lain, suatu frasa panjang menggantikan frasa yang lebih pendek. Frasa atau kata yang digantikan tersebut dapat berupa nama tempat, nama benda, atau nama sifat.
Contoh:       Ia bersekolah di kota kembang (maksudnya: Bandung).
*       Indonesia pernah dijajah oleh negeri matahari terbit (maksudnya: Jepang).
21.   Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll. Simile adalah salah satu majas dalamBahasa Indonesia. Simile adalah majas yang mengungkapkan ungkapan secara tidak langsung.
Contoh;Engkau yang kusayangi buku
22.   Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
Sinestesia adalah metafora berupa ungkapan yang berhubungan dengan suatu indera untuk dikenakan pada indera lain.
      Contoh:       Betapa sedap memandang gadis cantik yang selesai berdandan.
*       Suaranya terang sekali.
*       Rupanya manis.
*       Namanya harum.
23.   Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
Simbolisme adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol benda, binatang, atau tumbuhan.
Contoh:       Ia terkenal sebagai buaya darat.
*       Rumah itu hangus dilalap si jago merah.
24.   Totem pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
      Pars pro toto adalah sebuah majas yang digunakan sebagian unsur untuk seluruh.
      Contoh:       Sudah ditunggu hingga satu jam lamanya tetapi ia tidak nampak batang hidungnya.
Di sini 'batang hidung' disebutkan (sebagai anggota tubuh) sebagai kata ganti untuk menyebut seseorang (secara keseluruhan anggota tubuhnya lainnya)

II.   Majas sindiran

1.       Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
Ironi adalah salah satu jenis majas dalam Bahasa Indonesia. Ironi adalah majas yang mengungkapkan sindiran halus.
Contoh:  Kota Bandung sangatlah indah dengan sampah-sampahnya
2.       Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
Sarkasme adalah suatu majas yang dimaksudkan untuk menyindir, atau menyinggung seseorang atau sesuatu. Sarkasme dapat berupa penghinaan yang mengekspresikan rasa kesal dan marah dengan menggunakan kata-kata kasar. Majas ini dapat melukai perasaan seseorang.Biasanya sarkasme digunakan dalam konteks humor.
Contoh:       Soal semudah ini saja tidak bisa dikerjakan. Goblok kau!
Sarkasme erat hubungannya dengan ironi. Fyodor Dostoyevsky, seorang sastrawan Rusia mendefinisikan sarkasme sebagai "pelarian terakhir dari orang-orang berjiwa bersahaja dan murni ketika rasa pribadi jiwa mereka secara kasar dan paksa dimasuki."[1]
3.       Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
4.       Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
Satire adalah gaya bahasa untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang. Satire biasanya disampaikan dalam bentuk ironi, sarkasme, atau parodi. Istilah ini berasal dari frasa bahasa Latin satira atau satura (campuran makanan) [2].
5.       Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.

III.   Majas penegasan

 

1.       Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
2.   Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
Nama samaran atau pseudonim adalah nama samaran yang dipakai oleh para penulis dalam mengarang karya mereka. Tetapi seringkali pseudonim banyak menunjukkan nama asli atau sifat asli mereka.
Maksud seorang penulis memakai nama samaran ialah untuk mengalihkan pendapat.
Contoh:   Samuel Langhorne Clemens adalah nama asli pengarang terkenal yang melejit lewat nama samarannya, Mark Twain, bahkan akhirnya nama samaran tersebut jauh lebih dikenal daripada nama aslinya.
2.       Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
3.       Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
Antanaklasis adalah salah satu majas dalam Bahasa Indonesia. Antanaklasis adalah majas yang menunjukkan pengulangan kata yang sama tetapi memiliki makna yang berbeda. Contoh:
Engkau dijual engkau dibaca
4.       Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan. Aliterasi adalah persamaan bunyi yang terdapat pada deretan kata berdekatan
5.       Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada
6.       Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
      Klimaks (dari bahasa Yunani “κλμαξ” (klimax) berarti "tangga" dan "jenjang") ialah titik intensitas atau kekuatan yang terbesar dalam rentetan menanjak; yakni kulminasi. Istilah klimaks memiliki sejumlah konotasi khusus dan digunakan dalam bahasa Indonesia::
Klimaks dapat pula berarti:
*       Klimaks (naratif)
*       Majas klimaks
*       Masyarakat klimaks
*       Vegetasi klimaks dalam sebuah ekosistem
*       Klimaks seksual, istilah lain untuk orgasme
*       Lokomotif klimaks, lokomotif uap bergigi
Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
7.       Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
8.       Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
9.       Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
Aliterasi adalah salah satu jenis majas dalam Bahasa Indonesia. Aliterasi adalah majas yang memanfaatkan kata permulaannya sama bunyi.
Contoh:       Dengar Daku Dadaku Disapu
10.   Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
11.   Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
Asindeton (bahasa Yunani: σύνδετον, "tak berhubungan") adalah suatu majas pengungkapan frasa, klausa, kalimat, atau wacana tanpa kata sambung (konjungsi). Fungsinya antara lain adalah untuk mempercepat ritme suatu unsur bahasa serta membuat suatu ide atau konsep lebih mudah diingat. Salah satu contoh asindeton yang terkenal adalah ungkapan veni, vidi, vici (saya datang, saya melihat, saya menang).
12.   Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
13.   Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
14.   Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
15.   Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
Majas Interupsi ialah majas yang menggunakan sisipan kata atau frasa ditengah-tengah kalimat untuk menegaskan maksud. Contoh: Pak Karto, lurah desaku
16.   Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
17.   Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
18.   Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
19.   Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
Elipsis adalah majas yang menghilangkan sebagian kata-kata atau kalimatnya. Majas tersebut sering digunakan dalam karya sastra berbentuk puisi.
Contoh:  Oh...
20.   Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
21.   Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
22.   Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
23.   Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
24.   Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
25.   Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
26.   Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
27.   Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar
28.   Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
29.   Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
30.   Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
31.   Paralelisme adalah salah satu jenis majas dalam Bahasa Indonesia. Paralelisme adalah majas yang mengulang kata di setiap baris yang sama dalam satu bait. Contoh:
Kau berkertas putih
Kau bertinta hitam
Kau beratus halaman
Kau bersampul rapi
      Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
32.   Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Pleoansme adalah majas yang menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Maka dari itu, Pleonasme termasuk dalam kategori majas penegasan.
Contoh kalimat yang menggunakan majas pleonasme adalah:
Dia turun ke bawah. (sudah jelas bahwa turun pasti ke bawah)
Saya sudah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri. (sudah jelas bahwa melihat kejadian pasti menggunakan mata kepala sendiri).
33.   Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
34.   Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
35.   Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
36.   Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
37.   Sigmatisme: Pengulangan bunyi “s” untuk efek tertentu.
38.   Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
39.   Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
40.   Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi
dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
41.   Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
Tautologi adalah majas berupa pengulangan gagasan, pernyataan, atau kata yang berlebih dan tidak diperlukan [1]. Majas ini sangat dekat dengan pleonasme karena sama-sama menambahkan kata atau keterangan yang tidak perlu. Pada pleonasme, kata yang ditambahkan sudah terkandung atau implisit pada kata yang diperikannya (misalnya turun ke bawah), sedangkan pada tautologi, kata yang ditambahkan merupakan kata lain dari kata yang dijelaskannya (misalnya katakan lagi sekali lagi).
42.   Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.

IV. Majas pertentangan

 

1.       Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
2.       Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.
3.       Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
4.       Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
Kontradiksi interminus adalah salah satu majas dalam Bahasa Indonesia. Kontradiksi interminus adalah majas yang menggunakan pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Maka dari itu, majas ini termasuk dalam kategori majas pertentangan.
Contoh kalimat yang menggunakan majas kontradiksi interminus adalah:
Semua sudah siap kecuali Ani. (pernyataan "kecuali Ani" menyangkal pernyataan sebelumnya, yaitu "semua sudah siap")
Kamar itu benar-benar kosong dan sunyi. Tak ada suara menggema di dalamnya. Hanya detakan jam dinding saja yang terdengar di sana. (pernyataan terakhir menyangkal situasi sebelumnya)
5.       Oksimoron: Paradoks dalam satu frase. Oksimoron (Yunani: ξύς, oxus 'tajam'; μωρός, mōros 'tumpul') adalah majas yang menempatkan dua antonim dalam suatu hubungan sintaksis.
Contoh oksimoron antara lain keramahtamahan yang bengis dan perang saudara. Oksimoron dapat disusun menjadi paradoks.
6.       Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
Paradoks adalah suatu situasi yang timbul dari sejumlah premis (1) apa yg dianggap benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan; (2) asumsi; (3) kalimat atau proposisi yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dalam logika) . yang diakui kebenarannya yang bertolak dari suatu pernyataan dan akan tiba pada suatu konflik atau kontradiksi.
Sebuah 'paradoks adalah sebuah pernyataan yang betul atau sekelompok pernyataan yang menuju ke sebuah kontradiksi atau ke sebuah situasi yang berlawanan dengan intuisi. Biasanya, baik pernyataan dalam pertanyaan tidak termasuk kontradiksi, hasil yang membingungkan bukan sebuah kontradiksi, atau "premis"nya tidak sepenuhnya betul (atau, tidak dapat semuanya betul). Pengenalan ambiguitas, equivocation, dan perkiraan yang tak diutarakan di paradoks yang dikenal sering kali menuju ke peningkatan dalam sains, filsafat, dan matematika.
Kata paradoks seringkali digunakan dengan kontradiksi, tetapi sebuah kontradiksi oleh definisi tidak dapat benar, banyak paradoks dapat memiliki sebuah jawaban, meskipun banyak yang tetap tak terpecahkan, atau hanya terpecahkan dengan perdebatan (seperti paradoks Curry). Dan juga istilah ini digunakan untuk situasi yang mengejutkan seperti paradoks Ulang Tahun. Ini juga digunakan dalam ekonomi, di mana sebuah paradoks adalah sebuah hasil tidak intuitif dari teori ekonomi.
Etimologi paradoks dapat ditelusuri kembali ke Renaissance. Bentuk awal dari kata ini muncul dalam bahasa Latin paradoxum dan berhubungan dengan bahasa Yunani paradoxon. Kata ini terdiri dari preposisi para yang berarti "dengan cara", atau "menurut" digabungkan dengan nama benda doxa, yang berarti "apa yang diterima". Bandingkan dengan ortodoks (secara harafiah "pengajaran langsung") dan heterodoks (secara harafiah "ajaran berbeda"). Paradoks pembohong dan paradoks lainnya dipelajari dalam zaman pertengahan di bawah insolubilia.
Tema umum dalam paradoks termasuk referensi-sendiri yang langsung dan tak langsung, tak terhingga, definisi berputar, dan tingkatan alasan yang membingungkan. Paradoks yang tidak berdasarkan dalam sebuah "error" tersembunyi biasanya terjadi di pinggiran konteks atau bahasa, dan membutuhkan pengembangan konteks (atau bahasa) untuk menghilangkan kualitas paradoks mereka.
Dalam filosofi moral, paradoks memainkan peranan pusat dalam debat tentang etik. Misalnya, peringatan etis untuk "mencintai tetangga anda" adalah tidak hanya kontras dengan, tetapi berkontradiksi kepada tetangga bersenjata yang giat mencoba membunuh anda: bila dia berhasil, anda tidak akan berhasil untuk mencintainya. Tetapi untuk menyerang mereka terlebih dahulu atau menahan mereka biasanya tidak dimengerti sebagai tindakan cinta. Ini dapat disebut sebagai dilema etik.
Contoh lainnya, adalah konflik antara perintah untuk tidak mencuri dan untuk memberi perhatian kepada keluarga yang anda tidak mampu memberi mereka makan tanpa mencuri uang.
Paradoks juga dinamakan antinomi karena melanggar hukum kontradiksi principium contradictionis (law of contradiction).
Paradoks yang tertua dan sangat terkenal adalah paradox pembohong (liar paradox).
Pernyataan:
Epimenides si orang Kreta mengatakan bahwa semua orang Kreta adalah pembohong
Rangkaian premis berikut in akan tiba pada dua konklusi yang bertentangan:
*       Jika apa yang dikatan Epimenides benar, ia bukan pembohong.
*       Jika Epimenides bukan pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar.
*       Jika apa yang dikatakannya tidak benar, ia pembohong.
Konklusi pertama
*       Jadi, ia adalah pembohong dan bukan orang jujur.
*       Jika yang dikatakan Epimenides tidak benar, ia adalah pembohong.
*       Jika ia pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar.
*       Jika apa yang dikatakannya tidak benar, itu berarti bahwa ia adalah orang jujur.
Konklusi kedua
*       Jadi, ia adalah orang jujur dan bukan pembohong.
Apa yang dikatakan Epimenides sebenarnya secara serentak mengandung kebohongan dan kebenaran. Jika kebohongan, berarti ia benar-benar pembohong, dan jika kebenaran, ia adalah seorang yang jujur.
Sama seperti dilema, paradoks biasa digunakan untuk mematahkan argumentasi lawan dengan menempatkannya ke dalam situasi yang sulit dan serba salah.
Setelah memperhatikan hal diatas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap harinya kita hidup menggunakan gaya bahasa atau majas tertentu dan hampir di setiap semua puisi dan lagu maupun syair yang ada semuanya menggunakan majas. Puisi zaman dahulu dan sekarang berbeda, puisi zaman dahulu kata - katanya lebih menggunakan majas yang sangat mendalam sedangkan pada zaman sekarang menggunaklan bahasa keseharian. Seharinya kita menggunakan gaya bahasa tertentu atau majas tertentu seperti majas ironi atau hiperbola, dan sebenarnya menggunakan kata 'bagai' juga merupakan salah satu dari perwujudan majas tersebut. Bagaimana menurut anda? Apa anda setuju dengan saya?
Dan dari berbagai sumber lain

Peribahasa dan Ungkapan

Peribahasa ialah bahasa berkias berupa kalimat atau kelompok kata yang tetap susunannya. Berdasarkan isinya, Peribahasa mencakup pepatah, perumpamaan,pemeo, dan ungkapan.
Pepatah ialah sejenis Peribahasa yang berisi nasihat atau ajaran dari orang tua-tua.
      Contoh:        Hancur badan dikandung tanah, budi baik dikenang jua.
                         ' Budi baik itu tidak akan dilupakan orang.'
perumpamaan ialah sejenis Peribahasa yang berisi perbandingan. Biasanya menggunakan kata: seperti, bagai, bak, laksana, dan lain-lain.
                         Contoh:        Seperti air dengan tebing.
                                      'persahabatan yang kokoh dan tolong-menolong'
Pemeo ialah sejenis Peribahasa yang dijadikan semboyan.
      Contoh:        Patah tumbuh hilang berganti
                         ' sesuatu yang hilang pasti ada penggantinya'
Ungkapan atau idiom adalah gabungan kata (frase) yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur yang membentuknya.
             Contoh:        tinggi hati : 'sombong'
ringan kepala : 'mudah belajar'
darah daging : 'anak kandung'
dingin hati : 'tidak bersemangat
uang panas : 'uang tidak halal'
panas rezeki : 'sukar mencari rezeki'
Sumber: Kosakata Bahasa Indonesia, Soedjoto


Sejarah Bahasa Indonesia


Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia ialah bahasa rasmi Republik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disebut dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sungguhpun begitu, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibunda karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak rasmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain sebagainya. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia lainnya, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf rasmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa rasmi Republik Indonesia.
Bahasa Indonesia dirasmikan pada tahun 1945 sewaktu Indonesia mencapai kemerdekaan daripada pihak Belanda. Bahasa Indonesia adalah bahasa dinamik yang terus menyerap kata-kata daripada bahasa-bahasa asing. Berasal daripada rumpun yang sama, Bahasa Indonesia adalah sebuah loghat bahasa Melayu yang terpiawai, dan kedua-duanya cukup sama. Fonologi dan tatabahasa bahasa Indonesia cukuplah mudah, dan dasar-dasar penting untuk komunikasi asas dapat dipelajari hanya dalam tempoh masa beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar untuk pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia.

Sejarah

Bahasa Indonesia dikembangkan daripada salah satu loghat bahasa Melayu yang telah digunakan sebagai lingua franca untuk kepulauan Indonesia selama berabad-abad. Bahasa Melayu ialah bahasa Austronesia atau Melayu-Polinesia.

Bahasa perdagangan

Penyebutan pertama istilah "Bahasa Melayu" terjadi pada tempoh 683-686. Sebutan ini dapat dilihat di Muzium Jakarta pada terjemahan inskripsi yang ditemukan di Palembang dan Bangka.
Inskripsi ini ditulis dengan huruf Sanskrit atas perintah Raja Sriwijaya. Kerajaan kelautannya berkembang luas. Pada masa itu, daerah perdagangan Selat Melaka, yang merupakan pintu antara China dan India, sudah terbentuk sebuah bahasa yang serupa dengan Bahasa Melayu.
Kebanyakan perbendaharaan bahasa Melayu ini berhubungan dengan perdagangan dan tatabahasanya serupa dengan "Melayu Pasar". Dari sinilah kemudian Bahasa Melayu dipiawaikan.

Melayu Klasik

Dari era Melayu Kuno, muncullah era Melayu Klasik. Dokumentasi yang ada tidak dapat menjelaskan dengan perinci hubungan antara kedua-duanya. Namun yang pasti, bahasa Melayu kuno berasal daripada kebudayaan Buddha serta Melayu klasik, dan akhirnya menjadi bahasa yang digunakan dalam kebudayaan Islam.
Seiring dengan perkembangan agama Islam yang dimulakan dari Aceh pada abad ke-14, bahasa Melayu klasik lebih berkembang dan mendominasi sehingga tahap kenyataan "Masuk Melayu" bererti "masuk agama Islam".

Bahasa Indonesia

Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan). Pada waktu itu, belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibunda. Biasanya, bahasa daerah masih digunakan (yang jumlahnya biasa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda, iaitu pada 28 Oktober 1928. Pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Prof. Mohammad Yamin mengusulkan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia selepas kemerdekaan. Beliau memilih Bahasa Indonesia yang didasarkan daripada Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dijadikan sebagai bahasa persatuan Republik Indonesia dengan beberapa pertimbangan:
  1. Apabila Bahasa Jawa digunakan, suku suku/puak puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh Jawa, yang merupakan puak majoriti Republik Indonesia.
  2. Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan bahasa melayu. Ada bahasa halus, biasa, dan kasar, yang mana dipergunakan untuk orang yang berbeza dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila kurang memahami budaya Jawa, boleh menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
  3. Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan misalnya Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku / puak Melayu berasal dari Riau, Sultan Melaka yang terakhirpun lari ke Riau setelah Melaka direbut Portugis. Kedua, sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Cina Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
  4. Pengguna bahasa melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Di tahun 1945, pengguna bahasa melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggeris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggeris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara negara tetangga di Asia Tenggara.
Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian dipiawaikan lagi dengan tatabahasa, dan kamus piawai juga diciptakan. Hal ini dilakukan pada zaman Penjajahan Jepun.

Penyempurnaan ejaan

Pada awalnya, Bahasa Indonesia ditulis dengan tulisan Latin-Romawi mengikuti ejaan Belanda. Selepas tahun 1972, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dicadangkan. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, iaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia semakin distandardkan.
Perubahan:
Sebelum 1972
Sejak 1972
Indonesia
Malaysia
tj
ch
c
dj
j
j
ch
kh
kh
nj
ny
ny
sj
sh
sy
j
y
y
oe*
u
u
Catatan: Pada tahun 1947, "oe" sudah digantikan dengan "u".

Pengaruh terhadap perbendaharaan kata

Terdapat empat tempoh yang penting terhadap hubungan kebudayaan Indonesia dengan dunia luar yang meninggalkan jejak pada perbendaharaan kata Bahasa Indonesia.

Hindu (abad ke-6 hingga abad ke-15)

Sejumlah besar kata berasal daripada bahasa Sanskerta Indo-Eropah. Contoh: pura, kepala, mantra, cinta, kaca.

Islam (sejak abad ke-13)

Dalam tempoh ini diambillah sejumlah besar kata-kata daripada bahasa Arab dan bahasa Parsi. Contoh: masjid, kalbu, kitab, kursi, doa, khusus, maaf, selamat.

Kolonial

Pada tempoh ini, terdapat beberapa bahasa yang diambil, di antaranya:
Selepas penjajahan dan sejak kemerdekaan, banyak kata yang diambil berasal dari bahasa Inggeris. Contoh: konsumen, isyu. Dan lalu ada juga Neo-Sanskerta, iaitu neologisme yang didasarkan pada bahasa Sanskerta. Contoh: dasawarsa, lokakarya, tunasusila.
Selain daripada itu, bahasa Indonesia juga meminjam perbendaharaan katanya dari bahasa Cina. Contoh: pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke).
Ciri-ciri lain daripada Bahasa Indonesia sezaman adalah kesukaannya menggunakan akronim dan singkatan.

Pengelasan

Indonesia termasuk orang-orang daripada subkumpulan Melayu-Polinesia Timur yang bertutur dalam Bahasa Melayu-Polinesia Timur, iaitu suatu cabang bahasa Austronesia. Menurut tapak Ethnologue, bahasa Indonesia diasaskan daripada bahasa Melayu loghat Riau yang ditutur di timur laut Sumatera.

Taburan geografi

Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di kawasan bandar seperti ibu negara Jakarta yang menggunakan Bahasa Indonesia serta loghat Jakarta.
Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih formal, dan sering kali terselip loghat-loghat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan orang sedaerah, bahasa daerah kekadang digunakan sebagai ganti untuk bahasa Indonesia.

Taraf rasmi

Bahasa Indonesia ialah bahasa rasmi Republik Indonesia.

Bunyi

Bahasa Indonesia mempunyai enam vokal: a, e, i, o, u, dan e pepet ("eē"), dan tiga diftong (ai, au, oi). Konsonannya terdiri daripada p, b, t, d, k, g, v, j, h, ng, ny, m, n, s, w, l, dan y. Disamping itu, terdapat juga konsonan lain yang hanya muncul dalam kata pinjaman, iaitu: f, v, sy, z, dan kh.
Pengejaan bahasa Indonesia hampir sama dengan bahasa Itali. Sebagai contoh, "t" dibunyikan lebih maju daripada bahasa Inggeris (bunyinya kira-kira antara huruf "t" dan "th"). Vokalnya juga hampir sama.

Tatabahasa

Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropah, bahasa Indonesia tidak banyak menggunakan kata yang membezakan jantina. Sebagai contoh, kata ganti seperti "dia" tidak khusus menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar" sebagai contohnya. Untuk menentukan jantina, sepatah kata sifat harus ditambahkan, umpamanya "adik laki-laki".
Ada juga kata yang membezakan jantina, umpamanya "putri" dan "putra". Kata-kata seperti ini biasanya dipinjam daripada bahasa lain (pada kes di atas, kedua-dua kata itu dipinjam daripada bahasa Sanskerta melalui loghat Jawa kuno.
Kata gandaan digunakan untuk mengubah sepatah kata nama menjadi bentuk jamak, tetapi hanya jika jumlah benda itu tidak nyata daripada konteksnya. Sebagai contoh, "seribu orang" digunakan, dan bukannya "seribu orang-orang". Kata gandaan juga mempunyai banyak kegunaan yang lain, tidak terbatas pada kata nama.
Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, iaitu "kami" dan "kita". "Kami" adalah kata ganti eksklusif yang bererti tidak termasuk orang yang dilawan bercakap, sedangkan "kita" adalah kata ganti perangkum yang bererti orang yang bercakap serta sekalian yang hadir, iaitu termasuk orang yang dilawan bercakap.
Susunan kata dasar adalah Subjek - Predikat - Objek (SPO), walaupun susunan kata yang lain juga mungkin. Berbeza dengan bahasa Inggeris, kata kerja tidak dipengaruh oleh bilangan subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak menggunakan kala. Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan seperti "kemarin" atau "besok", atau penunjuk lain seperti "sudah" atau "belum".
Dengan tatabahasa yang cukup sederhana, bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri, iaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.

Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas.