TEKNIK
MENULIS LAPORAN PENELITIAN KARYA ILMIAH
Suhartono,
S.Pd
PENDAHULUAN
Menulis laporan penelitian karya ilmiah acap kali menjadi masalah bagi seseorang yang sudah menyelesaikan proposal penelitian ilmiah,
atau bahkan sudah melaksanakan
penelitian. Berbagai alasan klise seperti kesibukan, sedikitnya waktu, tidak adanya biaya
sering menjadi kambing hitam
atas ketidakberdayaan kita menyelesaikan laporan hasil penelitian karya ilmiah. Walhasil, setelah
berbulan-bulan penelitian ilmiah dilaksanakan laporan hasilnya belum juga selesai. Banyak kasus, mahasiswa yang sudah
menyelesaikan Ujian
Negara masih terkatung-katung karena
belum menyelesaikan skripsi atau tesisnya.
Menyelesaikan laporan karya ilmiah terkait dengan kegiatan menulis. Sebagaimana kita maklumi, menulis merupakan
keterampilan berbahasa yang masih
menjadi masalah di negeri kita.
Alwasilah (2000) menjadikan kelahiran buku secara nasional menjadi ukuran betapa sulitnya membuat tulisan. Daddy Pakar seorang praktisi bahasa (2001) menyebutkan di masa subur proyek saja
kelahiran buku baru setiap tahunnya hanya 2.000 judul buku baru, kalah jauh
dengan Malaysia yang penduduknya sedikit setiap tahunnya
mampu melahirkan 8.000 judul buku baru. Apalagi jika
dibandingkan dengan negara-negara maju.
Keterampilan
menulis memang tidak bisa lahir
dengan serta merta. Diperlukan
kolaborasi antara talenta
manusia dengan wawasan kebahasaan. Talenta
melahirkan semangat menulis, dan wawasan kebahasaan menjadi
bekal untuk terampil menulis. Talenta saja tidak cukup, sebab sebagai
sebuah skill, seperti
halnya naik sepeda,
kegiatan menulis perlu
dilatih atau diasah.
Semakin sering
berlatih, maka kemampuan menulis akan semakin baik.
Untuk sekedar naik sepeda, hanya
diperlukan waktu sekitar satu bulan, dan untuk menjadi seorang atlet balap sepeda,
diperlukan latihan bertahun-tahun. Sama halnya dengan belajar menulis. Untuk sekedar bisa menulis, dibutuhkan waktu beberapa bulan saja, tetapi untuk menjadi
penulis yang handal, yang tulisan-tulisannya
ditunggu oleh para pembaca, tentu
dibutuhkan waktu latihan yang lebih
lama lagi.
Seorang yang hendak melakukan
kegiatan menulis setidaknya harus menguasai empat keterampilan
berbahasa. Empat keterampilan
berbahasa itu ialah mendengar,
berbicara, membaca dan menulis. Untuk sekedar mendengar
atau menyimak, asalkan telinga kita tidak bermasalah, siapapun bisa melakukannya. Namun, untuk menjadi
pendengar yang mampu memahami pembicaraan diperlukan
kemampuan mendengar yang baik, atau menguasai teknik mendengar.
Sama halnya dalam kegiatan berbicara, membaca dan menulis. Untuk menjadi pembicara, pembaca dan penulis yang baik, maka ia harus menguasai teknik-tekniknya.
BEKAL UNTUK CALON PENULIS
Seorang penulis
atau seorang peneliti yang hendak membuat tulisan, agar mampu
melakukan kegiatan menulis dengan baik,
diperlukan bekal yang memadai. Ismail
Marahimin, (2001) menyebut seorang penulis harus mengetahui beberapa hal yang berkaitan dengan petunjuk
umum
yang harus
dikuasai, sebelum
penulis itu
memilih bentuk tulisan yang akan diselesaikannya. Ketidakberdayaan seorang peneliti atau seorang penulis menyelesaikan karya tulisnya, mungkin disebabkan
dia
tidak memiliki bekal yang cukup saat memulai menulis,
sehingga banyak kendala
yang kemudian ditemui. Agar kegiatan menulis ini lancar, tanpa kendala yang berarti, maka seorang penulis harus
memiliki bekal, mengetahui petunjuk umum
bagi calon penulis, sebagai berikut.
• Membaca Sebagai
Sarana Utama
Keempat
keterampilan berbahasa saling terkait satu sama lain. Keterampilan berbicara
berkaitan dengan mendengar. Orang yang tidak bisa mendengar atau tuli tidak bisa berbicara.
Kaitan
antara
membaca
dan menulis
juga
cukup
erat.
Para
ahli
mengatakan bahwa untuk dapat menulis kita harus banyak membaca. Membaca adalah
sarana utama menuju keterampilan menulis.
• Latar Belakang Informasi
Jika
Anda merasa kesulitan menuangkan
ide, perlu diwaspadai barangkali
latar belakang informasi yang akan ditulis
kurang lengkap. Sama halnya
ketika Anda ingin
mencari alamat seseorang, sedangkan alamatnya
kurang lengkap, maka Anda akan mengalami
kesulitan. Pun demikian
ketika seseorang menanyakan tentang
cara membuat minyak klentik, padahal Anda belum mengetahuinya.
Tentu Anda akan kesulitan untuk memberikan
penjelasan. Jika Anda harus menulis sesuatu
yang minim informasi, maka Anda
akan berputar-putar di sekitar masalah itu ke situ, penuh dengan klise-klise usang, kering dan kerdil. Untuk menghindari hal itu, maka ketika hendak menulis tentang
apa saja, kumpulkan informasi sebanyak mungkin. Seorang penulis dengan latar belakang yang luas membuat
Anda mudah meramunya. Anda bisa menulis dengan irama air, mengalir tanpa henti atau seperti hembusan
angin. Hasilnya pun bukan kata-kata
klise, tetapi sebuah karya yang padat, memiliki referensi atau
kerangka referensi yang luas.
• Well-rounded Man
Seorang
calon penulis, atau yang hendak menyelesaikan tulisan, hendaknya dia memiliki citra well-rounded man atau gambaran seorang yang sempurna ibarat bulatnya bola. Bola yang
bulat menyebabkan dia bisa
menggelinding kemana saja. Maknanya, seorang penulis harus mengetahui serba sedikit tentang apa saja yang ada di dunia ini.
Disamping ilmu kejuruannya, katakan dia seorang
sarjana Matematika, tetapi dia mengetahui tentang cara memasak ikan, cara mengoperasikan komputer, sejarah bangsa, dan lain-lain. Dia akan menjadi manusia
yang bercitra well-ounded
man jika ia banyak membaca,
atau menggali berbagai pengalaman
hidup. Dengan banyaknya pengalaman,
maka kita akan sangat mudah saat meramu laporan penelitian
karya ilmiah.
• Memiliki Kepekaan
Kepekaan
yang dimaksud di sini ialah kepekaan
bahasa dan kepekaan terhadap subtansi atau materi. Kepekaan terhadap bahasa ialah peka
terhadap hal-hal yang menyangkut
bentuk tulisan, paragraph, kalimat, arti kata, arti kiasan,
bunyi kata, diksi dan lain-lain. Sering kita dapati
sebuah tulisan yang kurang tepat,
kalimat rancu, atau hal- hal yang sifatnya kebahasaan dan berpengaruh terhadap makna. Sedangkan kepekaan
subtansi atau materi menyangkut
isi tulisan. Banyak orang kecewa, saat mengetahui
isi sebuah buku yang ditulis dengan bahasa yang berbunga-bunga, tapi tidak ada
apa-apanya. Bahkan banyak tema buku yang tidak sesuai dengan isinya. Ada tulisan yang memuat ide
sebesar jari tangan, tapi ditulis dalam bingkai sebesar gajah bengkak,
atau idenya sebesar jerapah ditulis dalam kalimat sekecil semut merah. Nah, perlu juga diketahui
kepekaan bahasa ini juga diperoleh dari hasil
membaca.
• Copy The Master
Ketika
saya pertama kali ingin membuat karya tulis, bingungnya minta
ampun. Ternyata kerangka saja karya
ilmiah
yang diberikan oleh dosen pembimbing
tidak cukup. Saya berusaha minta bantuan
orang yang pernah
punya pengalaman menulis skripsi.
Tapi, lambatnya minta ampun.
Akhirnya, saya pergi keperpustakaan kampus dan mendapatkan
contoh skripsi yang serupa. Dengan melihat contoh yang sudah ada, dengan
mudahnya saya membuat laporan karya
tulis. Cara inilah yang disebut Copy
The Master, alias meniru master
yang
ada.
Namun,
perlu digarisbawahi, yang dimaksud dengan
meniru ini bukan menjiplak. Kita membuat model yang sama, tetapi isinya
berbeda. Contoh yang ada memudahkan kita membuat alur
tulisan sesuai contoh atau sesuai
master yang ada.
Model Copy The Master diilhami dari kebiasaan
orang China dalam belajar melukis. Seorang
siswa calon pelukis
diberi master lukisan yang sudah bagus. Siswa itu harus meniru lukisan itu. Ia dinyatakan
lulus jika
sudah bisa meniru persis
lukisan tersebut. Cara belajar ini kemudian diadopsi untuk belajar membuat tulisan. Dalam
kaitan membuat karya tulis
kita bisa membaca berbagai karya tulis dengan gaya tertentu, maka
kita akan bisa menirunya. Contohnya,
jika kita ingin membuat novel silat, dengan membaca seratus
novel silat, maka kita bisa membuat novel serupa.
Nah, kalau ingin membuat laporan karya ilmiah, kita bisa melihat contoh karya ilmiah yang sudah jadi,
dan kita
bisa
meniru bentuk laporannya. Sekali lagi, meniru
yang
bukan
berarti
menjiplak.
• Tulis Ulang
Ismail Marahimin (2001:22) mengingatkan agar sebagai calon penulis kita harus menghindari tiga perasaan, yaitu rasa cepat puas, sikap ingin menang sendiri
dan cepat putus asa. Ketiga
hal ini harus dibuang jauh-jauh,
karena akan menjadi hambatan bagi seorang penulis. Sebut saja,
jika Anda seorang mahasiswa
yang sedang menyusun skripsi,
lalu
draft Anda dicoret, jika Anda cepat marah,
cepat putus asa, maka Anda akan mengalami kendala. Mungkin, skripsi atau tulisan yang Anda buat tidak akan pernah
selesai. Biaya yang sudah kita keluarkan akan menjadi mubazir,
sebab skripsi Anda masih
terkatung-katung.
Jika Anda menulis
untuk ditawarkan ke penerbit, maka
Anda harus mau menulis ulang. Banyak penulis besar, termasuk Kalil
Gibran menjadi orang besar setelah berkali- kali gagal
tulisannya ditolak penerbit.
J.K. Rowling
yang kekayaannya melebihi
kekayaan ratu Inggris dari karyanya, serial Harry Potter mengalami hal
yang sama. Bercermin
dari kisah para penulis besar, tidak
masalah kalau kita mau mengulangi
karya- karya kita yang gagal.
• Panjang Tulisan
Panjang tulisan itu sangat tergantung dari bahan
yang akan kita tulis. Selama tidak
ada aturan yang membatasi
(untuk lomba biasanya dibatasi, minimal
panjang tulisan atau jumlah halaman), maka Anda boleh terus
menulis sesuai bahan yang tersedia.
Kalau bahan masih ada, teruskan menulis, kalau bahan
sudah habis, berhentilah menulis.
Jangan memaksa terus menulis
kalau bahan habis, nanti tulisan
Anda banyak bohongnya, dan jangan berhenti selagi bahan masih ada, nanti
tulisan Anda kurang lengkap atau banyak bolongnya.
Setelah bekal di atas, Anda masih harus memikirkan beberapa hal yang berkaitan dengan kegiatan tulis-menulis, seperti tulisan itu harus unity dan coherence atau kesatuan dan kepaduan, transisi, gaya
bahasa, perbandingan, peribahasa, struktur, sintaksis, pengulangan, tanda baca, diksi, rima, laras, warna, sampai pengetahuan tentang wacana,
paragraf atau alinea, tema dan judul. Pemahaman Anda akan hal-hal yang berkaitan
dengan sisi kebahasaan, sekali lagi harus Anda peroleh
dari kegiatan membaca. Sekali
lagi, membaca memang
menjadi sarana utama!
MENULIS LAPORAN
HASIL PENELITIAN
Menulis laporan hasil penelitian, tidak berbeda dengan menyusun tulisan ilmiah populer
lainnya. Secara teknis, bedanya
pada kerangka tulisan. Tulisan
ilmiah hasil penelitian harus ditulis
berdasarkan kerangka yang sudah baku.
Kerangka laporan hasil
penelitian terdiri
atas, Pendahuluan, Kajian Teori, Metodologi Penelitian,
Hasil Penelitian dan Pembahasan, serta Simpulan dan Saran, yang ditambah
dengan lampiran-lampiran bukti hasil
penelitian.
Untuk lebih jelasnya, kerangka
tulisan ilmiah, kita uraikan sebagai berikut.
1. Pendahuluan
Bab Pendahuluan adalah bab yang mengantarkan isi
naskah, yaitu bab yang berisi hal-hal umum yang dijadikan landasan kerja penyusun.
Pendahuluan dalam karya ilmiah biasanya terdiri atas
(1) Latar
Belakang
Masalah, (2) Identifikasi Masalah,
(3)
Pembatasan Masalah, (4) Tujuan
Penelitian, dan (5) Manfaat Penelitian. Latar belakang
masalah merupakan uraian hal-hal
yang menyebabkan perlunya dilakukan penelitian terhadap suatu masalah atau problematika yang muncul, dapat ditulis dalam
bentukan uraian paparan atau poin-poin saja. Identifikasi masalah merupakan kumpulan
masalah yang berhasil
diurai atau dipetani (meminjam istilah Direktur
Bindiklat, Sumarna Suranapranata, Phd.). Sedangkan pembatasan masalah diambil dari bagian-bagian
identifikasi masalah yang akan
diteliti. Biasanya tidak semua masalah yang berhasil diidentifikasi
diteliti karena keterbatasan biaya,
waktu, dan kemampuan.
Tujuan penelitian diambil
dari batasan masalah.
Jika
salah
satu
batasan
masalah yang dirumuskan dalam kalimat tanya itu, berbunyi, “Bagaimana hasil belajar dengan menerapkan
metode tanya jawab, maka tujuan
penelitiannya ialah mengetahui hasil
pembelajaran dengan menggunakan metode tanya jawab. Sedangkan manfaat penelitian
bisa dituliskan manfaat untuk
si peneliti atau guru,
lembaganya dan bagi
dunia pendidikan pada umumnya.
2. Kajian Teori
Kajian teori atau kerangka teori berisi prinsip-prinsip teori
yang memengaruhi dalam pembahasan. Prinsip-prinsip teori itu berguna untuk membantu gambaran langkah
dan arah kerja. Kerangka teori akan membantu penulis dalam membahas masalah yang
sedang diteliti. Artinya, kerangka
teori harus bisa memberikan
gambaran tata kerja teori itu. Misalnya, kerangka teori untuk menganalisis
kesalahan (Anakes) kebahasaan kita menggunakan teori yang berhubungan dengan
itu, misalnya dengan membuat rujukan buku karya Henry Guntur Tarigan, Pengajaran
Analisis Kesalahan Berbahasa, Penerbit Angkasa, Bandung.
3. Metodologi Penelitian
Penelitian
ilmiah
harus menggunakan metode atau teknik penelitian. Menurut Wiradi (1998;9)
metode adalah seperangkat
langkah yang tersusun secara sistematis.
Metode penelitian seperti deskriptif, komparatif,
eksperimen, sensus, survai,
kepustakaan, dan metode penelitian
tindakan kelas (PTK).
4. Analisis atau Pembahasan
Bab analisis ini merupakan bab yang terpenting
dalam penelitian ilmiah. Dalam
bab ini akan dilakukan kegiatan analisis, sintesis
pembahasan, interpretasi, jalan
keluar dan beberapa pengolahan data secara tuntas.
5. Simpulan dan Saran
Pada bagian ini berisi simpulan yang diperoleh
dari penelitian yang dilakukan. Simpulan yang dimaksud adalah gambaran umum seluruh analisis dan relevansinya dengan hipotesis yang sudah
dikemukakan. Simpulan ini diperoleh
dari uraian analisis, interpretasi, dan deskripsi yang tertera pada bab analisis.
Selanjutnya, saran-saran penulis tentang metodologi penelitian lanjutan, penerapan hasil penelitian, dan beberapa saran yang mempunyai
relevansi dengan hambatan yang dialami selama penelitian.
LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Menyusun
laporan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) pada hakikatnya tidak berbeda
dengan menyusun laporan penelitian lainnya.
Bedanya, pada PTK penekanannya pada
hasil penelitian tidak dilakukan dengan mengolah data kuantitatif, tetapi membuat
laporan perkembangan siklus. Peneliti
mendeskripsikan kegiatan pembelajaran pada setiap siklusnya, dengan tahap-tahap
tindakan seperti perencanaan tindakan, analisis, refleksi, observasi dan
tindakan, dan seterusnya.
SIMPULAN
Setelah mencermati uraian mengenai teknis penyusunan laporan penelitian di atas, kita bisa mengambil simpulannya.
Agar kita tidak mengalami hambatan dan lancar dalam penyusunan laporan penelitian, maka kita harus: (1) banyak membaca buku-buku
yang terkait dengan laporan penyusunan
karya ilmiah kita, (2) mencari master laporan
yang sudah jadi, untuk copy the master, (3) mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang
kita
butuhkan yang berkaitan dengan objek yang
diteliti, (4) memahami kerangka laporan karya ilmiah, dan (5) meneguhkan niat di dalam hati, bahwa laporan penelitian itu harus
selesai sebagai bentuk tanggung jawab kita, (6) menepati jadwal penyusunan laporan karya ilmiah
yang sudah kita susun. Apabila semua
langkah itu dilaksanakan, maka pembuatan laporan karya tulis ilmiah itu tidak akan pernah terkatung-katung. Nah, Anda mau mencoba?
Why not?