Tampilkan postingan dengan label Sastra Melayu Klasik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sastra Melayu Klasik. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 Agustus 2013

Sastra Melayu Klasik


Hampir semua ahli sepakat bahwa Sastra Indonesia Lama tidak diketahui kapan munculnya. Yang dapat dikatakan adalah bahwa Sastra Indonesia Lama muncul bersamaan dengan dimulainya peradaban bangsa Indonesia, sementara kapan bangsa Indonesia itu ada juga masih menjadi perdebatan. Yang tidak disepakati oleh para ahli adalah kapan sejarah sastra Indonesia memasuki masa baru. Ada yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Lama berakhir pada masa kebangkitan nasional (1908), masa Balai Pustaka (1920),  masa munculnya Bahasa Indonesia (1928), ada pula yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Lama berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (1800-an).
Alhasil, ada dua versi besar periodisasi sastra Indonesia. Versi pertama adalah bahwa sejarah sastra Indonesia dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu 1) Sastra Indonesia Lama, 2) Sastra Indonesia Baru, dan 3) Sastra Indonesia Modern. Sedangkan versi kedua membagi sejarah sastra Indonesia menjadi empat kelompok besar, yaitu 1) Sastra Indonesia Lama, 2) Sastra Indonesia Peralihan, 3) Sastra Indonesia baru, dan 4) Sastra Indonesia Modern.
Sastra Indonesia Lama adalah masa sastra mulai pada masa pra-sejarah (sebelum suatu bangsa mengenal tulisan) dan berakhir pada masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi.  Ada juga yang mengatakan bahwa sastra Indonesia lama berakhir pada masa balai Pustaka. Sastra Indonesia Lama tidak dapat digolong-golongkan berdasarkan jangka waktu tertentu (seperti halnya Sastra Indonesia baru) karena hasil-hasil dari sastra masa ini tidak mencantumkan waktu dan nama pengarangnya.
Beberapa pembagian Sastra Indonesia Lama adalah sebagai berikut
  1. Berdasarkan bentuknya, sastra Indonesia Lama dibagi menjadi dua, yaitu prosa lama dan puisi lama
  2. berdasarkan isinya, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, yaitu Sastra Sejarah, Sastra Undang-undang, dan Sastra Petunjuk bagi Raja dan Penguasa
  3. Berdasarkan pengaruh asing, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi dua, yaitu Sastra Indonesia Asli, Sastra Indonesia Lama Pengaruh Islam, dan Sastra Indonesia Lama Pengaruh Hindu
  1. Bersifat onomatope/anonim, yaitu nama pengarang tidak dicantumkan dalam karya sastra.
  2. Merupakan milik bersama masyarakat.
  3. Timbul karena adat dan kepercayaan masyarakat
  4. Bersifat istana sentris, maksudnya ceritanya berkisar pada lingkungan istana
  5. Disebarkan secara lisan
  6. Banyak bahasa klise, yaitu bahasa yang bentuknya tetap.
Jabatan/orang yang sangat berjasa dalam penyebaran sastra Indonesia Lama adalah pawang.  Ia adalah kepala adat (istilah sekarang mungkin sama dengan “dukun” dalam kebudayaan Jawa). Jabatan ini berbeda dengan kepala suku. Menurut Dick Hartoko dan Rahmanto, pawang dikenal sebagai orang yang mempunyai keahlian yang erat hubungannya dengan hal-hal yang gaib. Ia termasuk orang yang keramat dan dapat berhubungan dengan para dewa atau hyang. Pawang terbagi atas pawang kutika (ahli bercocok tanam dan hal-hal yang berhubungan dengan rumah tangga), pawang osada (ahli dalam jampi-jampi), pawang malim (ahli dalam pertenungan), dan pawang pelipur lara (ahli bercerita).
 SASTRA INDONESIA LAMA BERDASARKAN BENTUKNYA
A.     PROSA LAMA
  1. Dongeng
Dongeng adalah prosa cerita yang isinya hanya khayalan saja, hanya ada dalam fantasi pengarang.
Dongeng dibedakan menjadi
  1. Fabel, yaitu dongeng tentang kehidupan binatang. Dongeng tentang kehidupan binatang ini dimaksudkan agar menjadi teladan bagi kehidupan manusia pada umumnya. (Menurut Dick hartoko dan B. Rahmanto, yang dimaksud fabel adalah cerita singkat, sering dalam bentuk sanjak, yang bersifat didaktis bertepatan dengan contoh yang kongkret. Tumbuh-tumbuhan dan hewan ditampilkan sebagai makhluk yang dapat berpikir, bereaksi, dan berbicara sebagai manusia. Diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengandung ajaran moral).
  2. Farabel, yaitu dongeng tentang binatang atau benda-benda lain yang mengandung nilai pendidikan. Binatang atau benda tersebut merupakan perumpamaan atau lambang saja. Peristiwa ceritanya merupakan kiasan tentang pelajaran kesusilaan dan keagamaan.
  3. Legende, yaitu dongeng yang dihubungkan dengan keajaiban alam, terjadinya suatu tempat, dan setengah mengandung unsur sejarah.
  4. Mythe, yiatu dongeng yang berhubungan dengan cerita jin, peri, roh halus, dewa, dan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan animisme.
  5. Sage, yaitu dongeng yang mengandung unsur sejarah meskipun tidak seluruhnya berdasarkan sejarah. (Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto, kata sage berasal dari kata jerman “was gesagt wird” yang berarti apa yang diucapkan, cerita-cerita alisan yang intinya historis, terjadi di suatu tempat tertentu dan pada zaman tertentu. Ada yang menceritakan tentang roh-roh halus, mengenai ahli-ahli sishir, mengenai setan-setan atau mengenai tokoh-tokoh historis. Selalu ada ketegangan antara dunia manusia dan dunia gaib. Manusia selalu kalah. Nada dasarnya tragis, lain daripada dongeng yang biasanya optimis)
  1. Hikayat
Kata hikayat berasal dari bahasa Arab yang artinya cerita. Hikayat adalah cerita yang panjang yang sebagian isinya mungkin terjadi sungguh-sungguh, tetapi di dalamnya banyak terdapat hal-hal yang tidak masuk akal, penuh keajaiban. (Dick hartoko dan B. Rahmanto memberikan definisi hikayat sebagai jenis prosa cerita Melayu Lama yang mengisahkan kebesaran dan kepahlawanan orang-orang ternama, para raja atau para orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian, keanehan dan muzizat tokoh utamanya, kadang mirip cerita sejarah atau berbentu riwayat hidup.
  1. Tambo
Tambo adalah cerita sejarah, yaitu cerita tentang kejadian atau asal-usul keturunan raja.
  1. Wira Carita (Cerita Kepahlawanan)
Wira carita adalah cerita yang pelaku utamanya adalah seorang kesatria yang gagah berani, pandai berperang, dan selalu memperoleh kemenangan.
B.     PUISI LAMA
  1. Mantra
Mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmat dan kekuatan gaib. Mantra sering diucapkan oleh dukun atau pawang, namun ada juga seorang awam yang mengucapkannya.
  1. Bidal.
Bidal adalah pepatah atau peribahasa dalam sastra Melayu lama yang kebanyakan berisi sindiran, peringatan, nasehat, dan sejenisnya. Yang termasuk dalam kategori bidal adalah
  1. Ungkapan, yaitu kiasan tentang keadaan atau kelakauan yang dinyatakan dengan sepatah atau beberapa patah kata.
  2. Peribahasa , yaitu kalimat lengkap yang mengungkapkan keadaan atau kelakuan seseorang dengan mengambil perbandingan dengan alam sekitar.
  3. Tamsil, yaitu seperti perumpamaan tetapi dikuti bagian kalimat yang menjelaskan.
  4. Ibarat, yaitu seperti perumpamaan dan tamsil tetapi diikuti bagian yang menjelaskan yang berisi perbandingan dengan alam.
  5. Pepatah, yaitu kiasan tetap yang dinyatakan dalam kalimat selesai.
  6. Pemeo, yaitu ucapan yang terkenal dan diulang-ulang, berfungsi sebagai semboyan atau pemacu semangat.
  1. Pantun
Pantun ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi).
Ciri-ciri pantun adalah
  1. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet.
  2. Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku kata).
  3. Separoh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun), separoh bait berikutnya merupakan isi (yang mau disampaikan).
  4. Persajakan antara sampiran dan isi selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau abcd-abcd atau aa-aa)
  5. Beralun dua
Berdasarkan bentuk/jumlah baris tiap bait, pantun dibedakan menjadi
  1. Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait.
  2. Pantun kilat/karmina, yaitu pantun yang hanya tersusun atas dua baris.
  3. Pantun berkait, yaitu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengkait antara bait pertama dan bait berikutnya.
  4. Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya, separoh merupakan sampiran, dan separho lainnya merupakan isi.
  5. Seloka, yaitu pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi persajakannya datar (aaaa).
Berdasarkan isinya, pantun dibedakan menjadi
  1. Pantun anak-anak (pantun bersuka cita, pantun berduka cita)
  2. Pantun muda (pantun perkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun perceraian, pantun beriba hati, pantun dagang)
  3. Pantun tua (pantun nasehat, pantun adat, pantun agama)
  4. Pantun jenaka
  5. Pantun teka-teki
  1. Gurindam
Gurindam adalah puisi lama yang terdiri dari dua baris satu bait, kedua lariknya merupakan kalimat majemuk yang selalu berhubungan menurut hubungan sebab-akibat. Baris pertama merupakan syaratnya sedangkan baris kedua merupakan jawabannya. Gurindam berisi petuah atau nasehat. Gurindam muncul setelah timbul pengaruh kebudayaan Hindu.
  1. Syair
Kata syair berasal dari bahasa Arab syu’ur yang artinya perasaan. Syair timbul setelah terjadinya pengaruh kebudayaan islam. Puisi ini terdiri dari empat baris sebait, berisi nasehat, dongeng, dan sebagian besar berisi cerita. Syair sering hanya mengutamakan isi.
            Ciri-ciri syair
  1. terdiri dari empat baris
  2. tiap baris terdiri dari 4-5 kata (8-12 suku kata)
  3. persamaan bunyi atau sajak akhir sama dan sempurna
  4. tidak ada sampiran, keempatnya merupakan isi
  5. terdiri dari beberapa bait, tiap bait berhubungan
  6. biasanya berisi cerita atau berita.
  1. Prosa liris (kalimat berirama)
Prosa liris adalah prosa yang di dalamnya masih terdengar adanya irama.
  1. Puisi-puisi Arab
Bentuk-bentuk puisi Arab adalah
  1. Masnawi, yaitu puisi lama yang terdiri dari dua baris sebait (sama dengan disthikon).  Skema persajakannya berpasangan aa,bb,cc, … dan seterusnya) dan beiri puji-pujian untuk pahlawan.
  2. Rubai, yaitu puisi lama yang terdiri dari empat baris sebait (sama dengan kuatrin). Skema persajakannya adalah a-a-b-a dan berisi tentang nasihat, puji-pujian atau kasih sayang.
  3. Kit’ah, yaitu puisi lama yang terdiri dari lima baris sebait (sama dengan quin).
    1. Gazal, yaitu puisi lama yang terdiri dari delapan baris sebait (sama dengan stanza atau oktaaf).
    2. Nazam, yaitu puisi lama yang terdiri dari duabelas baris sebait.
Di samping yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa bentuk lain yang perlu dikenal walaupun sebenarnya tidak murni berasal dari Sastra Melayu. Bentuk-bentuk tersebut adalah
1.     Kaba
Kaba adalah jenis prosa lirik dari sastra Minangkabau tradisional yang dapat didendangkan. Biasanya orang lebih tertarik pada cara penceritaan daripada isi ceritanya. Kaba termasuk sastra lisan yang dikisahkan turun temurun. Contohnya adalah cerita Sabai nan Aluih.
2.     Kakawin
Adalah sejenis puisi yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan yang mempergunakan metrum dari India (Tambo). Berkembang pada masa Kediri dan Majapahit. Penyairnya disebut kawi. Contohnya Ramayana, Arjunawiwaha, dan negarakertagama.
3.     Kidung
Jenis puisi Jawa Pertengahan yang mempergunakan persajakan asli Jawa.
4.     Parwa
Adalah jenis prosa yang diadaptasi dari bagian-bagian epos dalam bahasa sanskerta dan menunjukkan ketergantungannya dengan kutipan-kutipan dari karya asli dalam Bahasa Sanskerta. Kutipan-kutipan tersebut tersebar di seluruh teks parwa yang biasanya berbahasa Jawa Kuno.
5.     Cerita Pelipur Lara
Sejenis sastra rakyat yang pada mulanya berbentuk sastra lisan. Cerita jenis ini bersifat perintang waktu dan menghibur belaka. Kebanyakan menceritakan tentang kegagahan dan kehebatan seorang ksatria tampan yang harus menempuh seribu satu masalah dalam usahanya merebut putri cantik jelita yang akan dipersunting. (Hampir sama dengan hikayat).
DAFTAR PUSTAKA
Belang, Mia. Dkk. 1992. Pelajaran Bahasa Indonesia. Klaten : Intan Pariwara.
Dipodjojo, Asdi S. 1986. Kesusasteraan Indonesia Lama pada Zaman Pengaruh Islam.Yogyakarta : Percetakan Lukman.
Djamaris, Edwar. 1984. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia Lama). Jakarta : Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan daerah.
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta : Kanisius.
Hendy, Zaidan. 1991. Pelajaran Sastra 1. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.
Suparni. 1987. Bahasa dan Sastra Indonesia Berdasarkan Kurikulum 1984. Bandung : Aditya.