Senin, 31 Oktober 2011

Drama


D R A M A

A. Pengertian drama

      Kata “Drama” berasal dari kata “Dramoi” (Yunani) berarti menirukan. Menurut Aristoteles menyebutkan bahwa drama adalah tiruan manusia dalam gerak-gerik.
      Drama disebut juga Sandiwara. Kata ini berasal dari bahasa Jawa, yaitu sandi (= tersembunyi) dan wara (= ajaran). Sandiwara berarti suatu ajaran yang tersembunyi dalam tingkah laku dan percakapan.  Di Indonesia pertunjukan semacam drama mempunyai istilah yang berbeda-beda seperti; wayang orang, ketoprak (Jawa Tengah), ludruk (Jawa Timur), Lenong (Betawi,Jawa Barat), dan dari daerah-daerah yang lain.
      Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa;
1)    Komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (acting) atau dialog yang dipentaskan.
2)    Cerita/kisah yang yang melibatkan konflik atau emosi yang khusus disusun untuK  pertunjukan  teater.
3)    Kejadian yang menyedihkan.
     
      Dari ketiga pernyataan yang tersebut diatas dapatlah diartikan sebagai berikut:
1.     Drama adalah suatu cerita atau karangan yang dipertunjukkan dengan perbuatan atau   percakapan diatas pentas.
2.     Drama  adalah   komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambar- kan kehidupan dan watak melalui tingkah laku(acting) atau dialog yang dipentaskan.
3.     Drama adalah  suatu bentuk cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik dan emosi yang khusus untuk pertunjukan teater.
4.     Drama  adalah   suatu karya sastra yang melukiskan watak dan kehidupan manusia lewat gerak dan dialog yang dipentaskan.
5.     Drama adalah tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan diatas pentas.

 B.   Hal-hal Pendukung Pementasan  Drama                      

1.    Rangka Cerita merupakan rangkaian cerita atau peristiwa yang terjalin sebagai ungkapan dari gagasan pengarang naskah drama (scenario). Diksi (pemilihan kata) agar dapat diterima pembaca,pelaku,penonton maupun dinilai dalam keindahan rangkaian dialognya.
2.    Rangkaian peristiwa (Alur cerita) yang terdiri dari alur maju, alur balik, dan alur campuran.
3.  Penokohan (karakter/watak) karakter pelaku protagonis menampilkan nilai kebaikan dan pelaku antagonis yang menampilkan watak yang bertentangan dengan nilai kebaikan.
4.  property perlengkapan kostum, Tempat pertunjukan (tata panggung, tata lampu /teater) musik, dan nyanyian-nyaian atau ilustrasi pendukung.
5.    Penonton (audiens)

C.  Memerankan Pelaku yang Terdapat dalam Naskah Drama.
         Acting adalah peragaan ,penampilan suatu tokoh yang menyebabkan Penonton dapat tersangkut pada imajinasi yang di bangun oleh aktor.
Menurut Usmar Ismail ,Seni berperan adalah seni menafsirkan ,bukan seni mencipta tetapi Seorang pemain menafsirkan secara kreatif kehidupan dalam segala bagian dan Seginya dengan mempergunakan peralatan tubuhnya, peralatan pikirannya dan Peralatan perasaannya .
         Modal aktor adalah tubuh dan vokalnya. Tubuh melakukan berbagai gerak dan  Suara/ vocal untuk menciptakan berbagai macam dialog.dan semuanya itu harus  Selaras dalam memberi gambaran seorang tokoh yang di bawakannya .Hal-halyang harus diperhatikan dalam memerankan tokoh /pelaku yaitu;
      1.   Interpretasi naskah
Bersama dengan sutradara aktor menginterpretasi naskah drama.sasaran yang Di cari adalah bahan dramatiknya,antara lain ide dasar cerita [tema] plot,ucapan – Ucapan yang mendukung tema,watak-watak para pelaku.
      2.   Movement
Movement adalah gerakan aktor untuk melakukan perpindahan dari suatu Tempat ke tempat yang lainnya . hal itu terjadi sebagai akibat tuntunan bermacam--macam motivasi, baik motivasi perwatakan maupun motivasi teknik  permainan. Gunanya untuk menciptakan gambaran di atas panggung yang dinamis sehingga dapat memikat penonton .
      3.   Business
      Business adalah kesibukan kecil untuk menghidupkan suasana perasaan. Misalnya; orang berpikir keras ,terus menerus ,merokok .kegiatan terus menerus merokok merupakan bunisess.
      4.       Blocking / regrouping
      Blocking atau pengelompokan terjadi oleh karena suasana dan perasaan yang tersimpan dalam adegan menurut demikian.pengelompokan berubah–ubah sesuai  dengan keadaan tujuan blocking agar memudahkan penonton untuk mengikuti jalannya cerita .  
      5.       Gesture ( gerakan tangan )
Seorang aktor biasanya merencanakan gerakan tangan sebab bila ia merasakan sesuatu dengan kuat dan meleburkan diriny ke dalam watak peran, otomatis akan menggerakkan tangannya secara ekspresif.

6.       Ekspresi Wajah
Mata merupakan pusat ekspresi .perasaan marah ,cinta,benci,susah,gembira akan terpancar lewat mata. Meskipun gerakan sudah bagus ,suara tepat, diksi pun kena tetapi ekspresi matanya kosong saja ,maka dialog yang diucapkan kurang meyakinkan penonton .

7.      Keterampilan Kaki
         Bagi aktor kaki harus membuat aktor bermain lebih hidup ,bukan sebaliknya untuk menghidupkan acting,ingat patokan; biasanya posisi jari kaki anda mengikuti arah hidung.

E.  Macam-macam Drama:
Drama adalah Komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (acting) atau dialog yang  pentaskan. Adapun macam-macam Drama sebagai berikut:

1.    Drama absurd     :  drama gila-gilaan yang mangabaikan atau melanggar struktur semantik.
2.    Drama baca           : drama yang hanya cocok untuk dibaca, bukan untuk dipentaskan.
3.    Drama borjuis        : drama yang bertemakan kehidupan kaum bangsawan (mulai abad Ke 18).
4.    Drama domestik    :  drama yang menceritakan kehidupan rakyat biasa.
5.    Drama duka          :   drama yang khusus menggambarkan kejatuhan atau keruntuhan tokoh utama, atau drama yang berakhir dengan kesedihan.
6.    Drama dukaria    : drama yang alur sebenarnya lebih cocok untuk drama duka, tetapi berakhir  dengan kebahagiaan.
7.   Drama heroik         :   drama yang merupakan peniruan bentuk tragedi dan  selalu bertemakan cinta  dan nama baik.
8.    Drama misteri        : drama keagamaan yang berisi cerita-cerita dari alkitab.
9.    Drama liris             : drama yang berbentuk puisi.
10.  Drama moralis       : drama keagamaan yang bersifat alegori dan berisi  konflik atau kebijakan dan kejahatan.
11.     Drama rakyat      : drama yang timbul dan berkembang sesuai dengan festival- festival rakyat yang ada (terutama dipedesaan).
12. Drama realis          :  drama yang ditulis dengan konsep-konsep aliran realisme dalam teater.
13.    Drama ria                 : drama ringan yang sifatnya menghibur  walaupun  seloro  dalamnya dapat       bersifat menyindir.
14. Drama rumah         : drama yang menggambarkan kehidupan rumah tangga yang realistik.
15. Drama satire         : drama yang berisi sindiran, umumnya bersifat komedi.
16. Drama tari             : drama yang dilakonkan dengan tari-tarian.
17. Drama tendens       : drama yang berisi masalah sosial, seperti kepincangan yang  terjadi di   masyarakat.                                            

F.     Jenis-Jenis  Drama.
      Secara garis besar drama dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.   Drama Klasik (lama)
      a)   Komedi Stambul terjadi mula-mula dipersi arab, Istambul dan India
             Misal;    Seribu satu malam, Ali Baba
      b)  Komedi Bangsawan kisahnya hanya terjadi pada bangsawan saja di semenanjung Malaka     
2.   Drama Komedi yaitu drama yang diwarnai dengan oleh suasana kegembiraan
3.   Drama Tragedi yaitu drama yang diwarnai oleh suasana duka
4.   Drama tragedi-komedi yaitu drama yang diwarnai oleh suasana kegembiraan dan suasana kesedihan
5.   Melodrama yaitu drama yang menampilkan persoalan yang dilebih-lebihkan (sentimentalitas) untuk memancing keharuan penonton
6.   Pantomim yaitu drama yang hannya menampilkan mimik dan gerak tanpa adanya dialog
7.   Opera yaitu bentuk drama panggung yang seluruhnya atau yang sebagian dinyayikan dengan iringan musik (orkestra)

G.   Ciri-Ciri Drama

  1. karangan berbentuk percakapan / naskag dialog 
  2. naskah/karangan untuk dipentaskan  oleh aktor atau aktris
  3. dapat dikembangkan melalui improfisasi pelaku 
  4. waktu pementasan drama lebih panjang dari pada waktu membaca naskah
  5. penyajian alur ceritannya dibagi menjadi beberapa adegan atau babak
  6. naskag drama tidak dapat hidup/dimengerti maksudnya bila tidak dipentaskan (sulit dipahami)
  7. lebih mengutamakan perbedaan karakter/perwatakan tokoh-tokohnya
  8. durasi pementasan / panjang cerita terbatas 5 menit paling lama  3 jam
  9. tema dan peristiwa di dalamnya terbatas
  10. mempunyai  unsur ; tema, alur, latar /setting, pelaku, amanat  dan acting 

H.     Agar Masalah-masalah yang menjadi sumber dalam memerankan drama dapat berhasil dengan baik perlu memperhatikan sebagai berikut:
1.    melakukan suatu pekerjaan dan kekuatan hidup yangh tidak rutin atau menciptakan sesuatu yang baru.
2.   memerankan tindakan dengan tingkatan-tingkatan pertumbuhan manusia
3.    Mengimitasikan tindakan kembali ke kanak-kanak yang menampakkan watak dari perbuatan yang asli
4.    memerankan reaksi emosional dan social yang asli berdasarkan pengalaman hidup sendiri
5.    menyamakan dengan tokoh-tokoh yang diperankan baik dari segi badaniah maupun rohaniah.
      Ada dua metode dalam memerankan atau berakting, yaitu:
a.    Emosional, artinya memerankan dengan berdasar pada emosi, emosi  ditonjolkan (didominankan).
b.    Intelektual, artinya mendasarkan diri pada kecerdasan/intelektual, aktor/pelaku berpikir dan mengaktingkannya secara teknis.

 I.   Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pementasan

1.    tahap persiapan
2.    pemahaman teks/naskah
3.    memahami cerita secara keseluruhan
4.    penghafalan naskah
5.    mempelajari pengucapan dan lagu tiap kata atau kalimat yang akan ucapkan
6.    memahami watak pelaku yang diperankan
7.    melakukan latihan gerak disesuaikan dengan isi naskah
8.    mempersipkan panggung  sesuai dengan seting yang sesuai dengan suasana digambarkan dinaskah.
9.    melakukan gladi kotor dan gladi bersih agar penampilan yang sesungguhnya dapat dipentaskan secara maksimal.
10.   menampilkan yang terbaik, berakting sesuai dengan tuntutan karakter dan tuntutan cerita.


J.   Prinsip-Prinsip Pementasan Drama

1.    Drama bukan seni individual, tetapi seni kolektif. Walaupun hanya dilakukan hanya satu orang (Mono Play) tetapi dalam pementasannya masih menggantungkan orang lain baik dalam persiapan maupun pada saat pementasan.
2.    Drama sebagai seni campuran, didalamnya terkandung seni-seni lain sebagai pendukung maupun pelengkap.
3.    Drama merupakan gabungan kerja antara pengarang, sutradara, aktor, pelukis, musikus, dan lain-lain.

K.   Unsur-unsur Drama    

1.   Tema : terkandung dalam dialog, untuk mengetahui tema drama tidak hanya pada  dialognya saja juga pada perwatakan tokohnya. 
2.   Alur atau Plot: memegang peranan penting untuk mengetahui apa yang sebenarnya yang akan disampaikan penulis. Unsur-unsur plot meliputi:
      a.    Exposition atau pelukisan awal cerita: perkenalan tokoh dan perwatakannya.
      b.    Konflik atau pertikaian: tidak hanya antar tokoh tetapi juga konflik batin.
      c.    Klimaks atau puncak cerita
      d.    Resolusi atau penyelesaian (falling action): konflik meredah atau menurun.
      e.    Keputusan atau catastrophe: ulasan penguat sebelum berakhirnya cerita.
3.    Penokohan atau karakteristik 

Berdasarkan peranannya tokoh drama dapat diklasifikasikan sebagai   berikut:
a.    Tokoh Protagonis yaitu tokoh yang mendukung cerita
b.    Tokoh Antagonis yaitu tokoh penentang cerita
c.    Tokoh Tritagonis yaitu tokoh pembantu, baik tokoh protagonis maupun   antagonis.
Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh berikut:
   a.    Tokoh sentral yaitu tokoh-tokoh yang menentukan gerak lakon.
b.    Tokoh Utama yaitu tokoh pemeran central 
c.    Tokoh pembantu yaitu tokoh yang hanya sebagai pelengkap peran utama.
4.    Acting: dialog dan tingkah laku pelaku drama merupakan wujud drama yang paling penting.
5.    Latar atau setting: meliputi tempat, ruang dan waktu
6.    Amanat: harus dicari pembaca atau penonton, amanat dalam drama lebih mudah dihayati jika drama itu dipentaskan. Amanat drama bersifat lugas, obyektif, dan khusus 

L.       Menyusun Naskah Drama.
        
 Struktur dasar sebuah drama terdiri dari tiga bagian,yaitu;
a.    Prolog merupakan pembukaan atau peristiwa pendahuluan  dapat pula  dikemukakan para pemain, gambaran setting dan apapun yang sifatnya sebagai pembuka suatu pertunjukan drama.  
b.       Epilog adalah bagian terakhir dari sebuah drama yang berfungsi untuk menyampaikan intisari cerita oleh seorang aktor pada akhir cerita atau penyampaian terakhir yang menyelesaikan cerita/peristiwa induk.
c.       Dialog merupakan media pengisahan yang melipatkan para tokoh drama yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak manusia, problemantika yang dihadapi, dan bagaimana manusia dapat menyelesaikan persoalan hidupnya. Dalam sebuah dialog ada tiga elemen yang tidak boleh dilupakan,yaitu;
      1)    Tokoh adalah pelaku yang menyandang peran yang lebih disbanding  tokoh-tokoh lainnya   yang sifatnya bias protagonis maupun antagonis.
      2)   Wawancang adalah dialog atau percakapan yang harus diucapkan oleh tokoh cerita.
      3)    Kramagung adalah petunjuk prilaku,tindakan atau perbuatan yang harus  dilakukan oleh tokoh. Dalam naskah drama ditulis didalam kurung dan biasanya dicetak miring.

M. Istilah-Istilah yang Berhubungan dengan Drama

1.    Acting                :     Seni gerak dan dialog
2.    Adegan           : bagian babak dalam lakon atau sandiwara
3.    Costum           : Seni busana
4.    Choreographer:   Seni tari atau tata gerak  
5.    Dokumentasi   :   Pengumpulan,pemilihan,pengolahan dan penyimpanan informasi  dibidang  pengetahuan.
6.    Estetis            :  Mengenai keindahan, tentang apresiasi keindahan tentang alam seni dan sastra.
7.    Humanis         : Orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan pada azas-azas kemanusiaan.
8.    Kreator            : Pencipta atau pencetus gagasan
9.    Konsentrasi     : Memusatkan perhatian pada satu tujuan
10.   Lighting           : Seni tata lampu
11.   Lakon             : Cerita yang dimainkan, (peran utama/ karangan berupa cerita sandiwara)
12.   Manuskrip       : Naskah tulisan tangan, baik dengan pena, pensil maupun diketik (bukan cetakan/naskah   asli)
13.   Materialisme    : Pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu semata-mata hanya untuk kebendaan, kekayaan dan uang.
14.   Make up          : Seni merias wajah sesuai dengan karakter yang diperankan.
15.   Mimik             : Pernyataan atau perubahan gerak-gerik muka, mata, mulut, bibir, hidung dan kening.
16.   Opera             : Bentuk drama panggung disertai dengan lagu/musik dan nyanyian.
17.   Pementasan    : Proses perbuatan, cara mementaskan.
18.   panggung        : Tempat  pertunjukan yang dibedakan dengan tempat penonton
19.   Penyair           : Pengarang sajak atau puisi   
20.   Pragmatisme   : Pandangan yang memberikan penjelasan yang berguna tentang suatu permasalahan dengan melihat sebab akibat berdasarkan kenyataan atau tujuan praktis.
21.   Pantomimik     : Cara bersikap dan  gerakan anggota tubuh
22.   Realis             : Orang yang dalam tindakan, cara berfikir, dan sebagainnya yang selalu berpegang pada kenyataan
23.   Scanery          : Seni dekorasi / setting
24.   Tokoh             : Pemeggang peran
25.   Teater             : Seni drama,sandiwara, pementasan drama sebagai seni atau profesi drama (gedung pertunjukan)


Definisi ( Pengertian ) Klausa

      Arti Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas S–P baik disertai O, PEL, dan KET maupun tidak. Dengan ringkas, klausa ialah S P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada.
Contoh:   Ketika orang-orang mulai menyukai ayam bekisar, Edwin sudah memelihara untuk dijual di pasaran.
Kalimat di atas terdiri dari empat klausa, yaitu:
1.   (ketika) orang-orang mulai     (S–P);
2.   menyukai ayam bekisar        (P–O);
3.   Edwin sudah memelihara      (S–P); dan
4.   untuk dijual di pasaran          (P–Ket.).

I.    Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frasa

Perhatikan kalimat di bawah ini!
Dimas belum sempat mengunjungi kakeknya kemarin.
Klausa kalimat tersebut jika dianalisis secara fungsional, hasilnya sebagai berikut.

Dimas
Belum sempat mengunjungi
kakeknya
kemarin
S
P
O1
KET
N
V
N
Ket

Dimas
Belum sempat mengunjungi
kakeknya
kemarin
Frasa
P
O1
KET
Kata
V
N
ADV
Keterangan:
N      =    Nomina   (kata benda)
V      =    Verba      (kata kerja)
ADV =    Adverbia  (kata keterangan)

II.   Klausa Berdasarkan Struktur
      Klausa dapat digolongkan berdasarkan tiga dasar.

1.  Klausa Berdasarkan Struktur Intern
    Unsur inti klausa ialah S dan P. Namun demikian, S sering kali dihilangkan dalam kalimat luas sebagai akibat penggabungan klausa dan dalam kalimat jawaban. Klausa yang terdiri atas S dan P disebut klausa lengkap, sedangkan klausa yang tidak ber-S disebut klausa tidak lengkap.

Contoh:
-   Din tidak masuk sekolah karena din sakit.
      Subjek din dalam anak kalimat dapat dihilangkan akibat penggabungan klausa din tidak masuk sekolah dan din sakit.

-   Sedang bermain-main.
Sebagai jawaban pertanyaan Anak-anak itu sedang apa? Klausa dibagi menjadi dua macam, yaitu klausa lengkap dan klausa tidak lengkap. Klausa lengkap, berdasarkan struktur internnya, dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu klausa lengkap yang S-nya terletak di depan P, dan klausa lengkap yang S-nya terletak di belakang P. Klausa yang S-nya terletak di depan P disebut klausa lengkap susun biasa. Klausa lengkap yang S-nya terletak di belakang P disebut klausa lengkap susun balik atau klausa inversi.
Contoh:  Klausa lengkap susun biasa

S
P
Ket
a
Daun pohon itu
Sangat rimbun
-
b
Para siswa
masuklah
Ke ruang kelas
Klausa lengkap susun balik

P
S
Ket
c
Sangat rimbun
Daun pohon itu
-
d
masuklah
Para siswa
Ke ruang kelas
    Klausa tidak lengkap sudah tentu hanya terdiri atas unsur P, disertai O, PEL, atau KET. Contoh:
a.       sedang bermain-main
b.       menulis surat
c.       telah berangkat ke Jakarta
    Klausa e terdiri atas P, klausa f terdiri atas P diikuti O, dan klausa g terdiri atas P diikuti KET.
2.  Klausa Berdasarkan Ada Tidaknya Kata Negatif yang secara Gramatik Menegatifkan P

a.       Klausa Positif
    Klausa positif ialah klausa yang tidak memiliki kata negatif yang secara gramatik menegatifkan P.
Contoh:
-     Mereka diliputi oleh perasaan senang.
-     Mertua itu sudah dianggap sebagai ibunya.

b.       Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang memiliki kata-kata negatif yang secara gramatik menegatifkan P. Kata-katanegatif itu ialah tiada, tak, bukan, belum, dan jangan.
Contoh:
-     Orang tuanya sudah tiada.
-     Yang dicari bukan dia.

3. Penggolongan Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frasa yang Menduduki Fungsi P

P mungkin terdiri atas kata atau frasa golongan N, V, Bil, dan FD. Berdasarkan golongan atau kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat digolongkan menjadi empat golongan.

a. Klausa Nominal
    Klausa nominal ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan N.
Contoh:
-     Ia guru.
-     Yang dibeli orang itu sepeda.
Kata golongan N ialah kata-kata yang secara gramatik mempunyai perilaku sebagai berikut.
-     Pada tataran klausa dapat menduduki fungsi S, P, dan O.
-     Pada tataran frasa tidak dapat dinegatifkan dengan kata tidak, melainkan dengan kata bukan, dapat diikuti kata itu sebagai atributnya, dan dapat mengikuti kata depan di atau pada sebagai aksisnya.

b. Klausa Verbal
Klausa verbal ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan V.
Contoh:
-     Petani mengerjakan sawahnya dengan tekun.
-     Dengan rajin, bapak guru memeriksa karangan murid.
Kata golongan V ialah kata yang pada tataran klausa cenderung menduduki fungsi P dan pada tataran frasa dapat dinegatifkan dengan kata tidak. Misalnya kata-kata berdiri, gugup, menoleh, berhati-hati, membaca, tidur, dan kurus.

Berdasarkan golongan kata verbal itu, klausa verbal dapat digolongkan sebagai berikut.
1)   Klausa verbal adjektif
Klausa ini P-nya terdiri atas kata golongan V yang termasuk golongan kata sifat atau terdiri atas frasa golongan V yang unsur pusatnya berupa kata sifat.
Contoh:
-       Udaranya panas sekali.
-       Harga buku sangat mahal.

2)   Klausa verbal intransitif
Klausa ini P-nya terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja intransitif atau terdiri atas frasa verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja intransitif.
Contoh:
-       Burung-burung beterbangan di atas permukaan air laut.
-       Anak-anak sedang bermain-main di teras belakang.

3)   Klausa verbal aktif
Klausa ini P-nya terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja transitif atau terdiri atas frasa verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja transitif.
Contoh:
--      Arifin menghirup kopinya.
--      Ahmad sedang membaca buku novel.

4)   Klausa verbal pasif
Klausa ini P-nya terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja pasif atau terdiri atas frasa verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja pasif.
Contoh:
- Tepat di muka pintu, aku disambut oleh seorang petugas.
- Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR untuk jangka waktu lima tahun.


5)   Klausa verbal yang refleksif
Klausa ini P-nya terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja refleksif, yaitu kata kerja yang menyatakan perbuatan yang mengenai pelaku perbuatan itu sendiri. Pada umumnya kata kerja ini berbentuk kata kerja meN- diikuti kata diri.
Contoh:
- Anak-anak itu menyembunyikan diri.
- Mereka sedang memanaskan diri.

6)   Klausa verbal yang resiprokal
Klausa ini P-nya terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja resiprokal, yaitu kata kerja yang menyatakan kesalingan . Bentuknya ialah (saling) meN-, saling ber-an dengan proses pengulangan atau tidak dan saling meN-.
Contoh:
- Pemuda dan gadis itu berpandang-pandangan.
- Mereka saling memukul.

c.       Klausa Bilangan
    Klausa bilangan atau klausa numeral ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan bilangan.
    Contoh:
- Roda truk itu ada enam.
- Kerbau petani itu hanya dua ekor.
Kata bilangan ialah kata-kata yang dapat diikuti oleh kata penyukat. rang, ekor, batang, keping, buah, kodi, helai, dan masih banyak lagi. Misalnya kata satu, dua, dan seterusnya; kedua, ketiga, dan seterusnya; beberapa, setiap, dan sebagainya; sedangkan frasa bilangan ialah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan, misalnya dua ekor, tiga batang, lima buah, setiap jengkal, beberapa butir, dan sebagainya.

4.     Klausa Depan
Klausa depan atau klausa preposisional ialah klausa yang Pnya terdiri atas frasa depan, yaitu frasa yang diawali oleh kata depan sebagai penanda.
Contoh:
a.       Kredit itu untuk para pengusaha lemah.
b.       Pegawai itu ke kantor setiap hari.
Dalam kalimat tertentu, klausa memiliki dua bagian, yakni klausa induk (induk kalimat) dan klausa subordinatif (anak kalimat). Keberadaan klausa induk dan klausa anak ini mensyaratkan konstruksi tataran sintaksis yang lebih besar.
Perhatikan contoh berikut ini!
Ana pergi pada pukul 06.00  ketika saya sedang mandi
                                     
Ana pergi pada pukul 06.00     (Klausa induk)
ketika saya sedang mandi      (klausa anak)
Penggabungan klausa induk dan klausa anak berarti klausa tersebut memasuki tahap struktur kalimat. Penghubungan antar klausa ini mensyaratkan kehadiran konjungsi (kata sambung). Dilihat dari perilaku sintaksisnya dalam kalimat, konjungsi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu
a.   konjungsi koordinatif (dan, serta, atau, tetapi, . . .);
b.   konjungsi korelatif (baik . . . maupun . . .; entah . . . entah . . .; tidak hanya . . ., tetapi juga . . .; . . .);
c.   konjungsi subordinatif (sejak, karena, setelah, seperti, agar, dengan, . . . .); dan
d.   konjungsi antarkalimat (meskipun demikian begitu, kemudian, oleh karena itu, bahkan, lagi pula, . . .).
Contoh:
a.   Dia menangis dan istrinya pun tersedu-sedu.
b.   Entah disetujui entah tidak, dia tetap akan mengusulkan gagasannya.
c.   Narto harus belajar giat agar naik kelas.
d.   Kami tidak sependapat dengan dia. Kami tidak akan menghalanginya.
e.   Kami tidak sependapat dengan dia. Biarpun begitu, kami tidak akan menghalanginya.
Konjungsi-konjungsi itu dapat menghubungkan kata, frasa, ataupun klausa. Dalam hubungannya dengan kata dan frasa, bentuk konjungsi bertindak sebagai preposisi. Dalam hubungannya dengan klausa, bentuk konjungsi bertindak sebagai murni konjungsi. Dengan demikian, kalimat frasa dan klausa pun dapat diidentifikasi.
Contoh:     Ibu  tidak  berbelanja  karena  uangnya  habis

tidak  berbelanja              (frasa)
karena                            (konjungsi)
uangnya  habis               (klausa)
Ibu  tidak  berbelanja       (klausa)

Klausa Ibu tidak berbelanja sebagai klausa induk dan klausa uangnya habis sebagai klausa anak. Konjungsi karena sebagai konjungsi subordinatif-sebab yang menghubungkan dua klausa atau lebih dengan status sintaksis tidak sama. Jadi, ada klausa induk dan klausa anak.