Sabtu, 09 Maret 2013

Memahami Cerpen


 Memahami Cerpen

A.   Pengertian

1.    Karangan yang memberikan kesan tunggal yang dominan pada satu tokoh dalam satu situasi dan kondisi.
2.    Karangan pendek dapat dibaca dalam sekali duduk
3.    Cerita yang lengkap, bulat ,dan singkat sehingga alur dalam  cerpen lebih memusat atau menuju satu titik.
4.    Karangan fiktif yang menceritakan sebagian kehidupan seseorang yang diceritakan secara singkat.

B.  Ciri-Ciri  Cerpen

1.         Beralur tunggal 
2.         Ceritannya singkat, padat dan berarti
3.         Habis dibaca sekali duduk
4.         Membicarakan masalah tunggal/hanya inti sari cerita
5.         Meninggalkan kesan dan efek perasaan pembaca
6.         Menceritakan peristiwa dari awal hingga terjadi perkembangan jiwa
7.         Panjang  tulisan  ±  10.000. kata atau 1 lembar sampai 10 lembar
8.         Sumber ceritannya kehidupan sehari-hari
9.         Sumber ceritannya dari pengalaman pribadi atau dari pengalaman orang lain
10.      Tidak melukiskan seluruh kehidupan pelakunnya (tokok utama)
11.      Tokohnya mengalami konflik dan sekaligus pennyelesaiannya
12.      Tokoh tidak mengalami perubahan nasib
13.      Penggunaan kata-katanya ekonomis
14.      Yang dibahas haya yang berarti
15.      Terdiri dari sekitar 3-5 halaman
16.      Dalam sebuah cerpen ada 1-5 tokoh, tokoh dalam cerpen tidak secara detail digambarkan
17.      Kisah dalam cerpen diceritakan secara singkat
18.      Tidak terlalu banyak menggunakan latar tempat dalam penceritaan
19.      Biasanya alurnya maju
20.      Biasanya hanya ada peristiwa yang umum, dan tidak lebih dari 5 peristiwa

C.   Aliran dalam cerpen, diantaranya adalah:

• Realisme             →   melukiskan keadaan secara sesungguhnya
• Romantisme        →   menggunakan perasaan/ intuisi untuk mengungkapkan rahasia alam
• Naturalisme         →   melukiskan kehidupan manusia secara terang-terangan
• Absurdismen       →   menyajikankisah hidup yang tak terpahami atau nisbi
• Impresionisme     →   melukiskan suatu kejadian dan spontan sehingga banyak hal tidak
                                   terduga

D.  Unsur-Unsur Cerpen yang harus ada dalam cerpen

1.    Tema
               Tema adalah pokok/dasar dalam cerpen yang berasal dari berbagai masalah dari  kehidupan sehari-hari, dari imajinasi/khayalan  seseorang atau dari alam nyata/ fakta. 
               Menentukan tema adalah gagasan pokok atau permasalahan yang mendasari isi cerita. Tema dalam cerita pendek bisa tentang kisah kasih, kehidupan social, persoalan nasib, kehidupan rumah tangga dan sebagainya.  Dengan dasr ini pengarang dapat melukiskan watak pelakunya.

2.    Amanat: nilai, pesan, kesan cerpen.
           Sesuatu yang dapat diambil dari cerpen setelah membacanya. Yang berhubungan dengan, social, budaya, politik, ekonomi atau yang mengandung: nilai, pesan, kesan.

3.    Plot,Trap, alur, Dramatic Conflict,artinya: sambung-menyambungnya cerita.
        Secara singkat alur dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu: tahap perkenalan,klimaks,dan penyelesaiannya. secara lengkap alur dibagi dalam lima bagian, yaitu: tahap perkenalan ,muncul ketegangan atau konflik, memuncak atau klimaks konflik,peleraian, dan penyelesaiannya.

       Alur merupakan jalan cerita dalam cerpen. Alur dibagi menjadi tiga, yaitu:
a)   Alur maju           → bercerita terus ke depan
b)   Alur mundur       → bercerita ke masa yang lalu (lampau)
c)   Alur campuran   → bercerita tentang masa depan, tapi diselingi dengan cerita kejadian lalu (flashback)

Alur dalam cerpen biasanya beralur maju tidak serumit alur dalam novel. Berikut beberapa tahap Alur / Plot Novel
1. a.   Perkenalan 
           Tahap perkenalan terdapat pada awal cerita, melukiskan tempat dan waktu, serta penampilan  tokoh-tokohnya.
    b.   Pengantar adalah lukisan keadaan yang menuntun pembaca pada masalah, tema atau jalannya cerita

2. a.   Penampilan adalah tahap pelaku mulai menghadapi masalah.
    b.   Pertikaian atau konflik:Pertikaian dapat berupa konflik antar anggota masyarakat, keluarga, tokoh lain, dengan hati nurani atau konflik batin, bisa juga karena tokoh berhadapan dengan keadaan alam atau situasi social tertentu.

3. Perumitan : Pertikaian atau konflik semakin menghebat., mungkin sekali persoalan yang pertama kali muncul ternyata mempunyai kaitan dengan persoalan lain. Persoalan yang lain itu ternyata sangat mungkin merupakan persoalan yang selama ini sangat ditakuti dan terpaksa harus dihadapi.

4. Klimaks :Persoalan demi persoalan setelah datang secara cepat harus diselesaikan. Kalau sudah demikian puncak perumitan mulai muncul atau dinamakan dengan titik klimaks.

5. a.   Penurunan adalah tahap dalam proses mengatasi masalah
    b.   Peleraian: Persoalan demi persoalan mulai dipecahkan. Ada penyelesaian yang menggembirakan ada pula yang menyedihkan.
   c.    Penyelesaian adalah tahap cerita yang berisi penyelesaian masalah.

Untuk membina Plot sering juga digunakan teknik foreshadowing, yaitu: membayangkan peristiwa yang akan terjadi berdasrkan peristiwa yang lalu. Menyusun ceritanya mencakup 5 bagian seperti yang tercantum beberapa tahap diatas.
(1)    Situation, perkenalan, pengarang mulai melukiskan suatu keadaan.
(2)    Generating circumstances, konflik pertama, peristiwa mulai bergerak.
(3)    Rising action, penanjakan, keadaan mulai memuncak.
(4)    Climax, puncak, keadaan mencapai puncaknya.
(5)    Denouement, penyelesaian, pengarang memberikan pemecahan masalah.

4.    Perwatakan, penokohan, karakteristik, character delineations:
       Ada dua macam cara untuk memperkenalkan tokoh dan karakteristik tokoh dalam fiksi, yaitu sebagai berikut:
a)   Secara analitik (langsung) : pengarang langsung memaparkan tentang watak atau karakter tokoh, pengarang menyebutkan bahwa seorang tokoh keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya.
b)   Secara dramatik (tidak langsung) : penggambaran perwatakan yang tidak diceritakan langsung, tetapi disampaikan melalui; pilihan nama tokoh, penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku tokoh, keadaan lingkungannya, dialog tokohdengan dirinya atau dengan tokoh lainnya, dan pola pikir saat menghadapi masalah.

Ditinjau dari cara dan hasil penggambarannya, ada empat macam perwatakan, yaitu sebagai berikut;
a) Perwatakan statis, yaitu pelukisan watak sang tokoh tetap tidak berubah-ubah dari awal sampai akhir cerita.
b) Perwatakan dinamis, yaitu watak snag tokoh berubah atau berkembang dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat sesuai dengan situasi yang dimasukinya.
c) Perwatakan datar, yaitu watak sang tokoh disoroti hanya dari satu unsure atau satu dimensi saja
d) Perwatakan bulat, yaitu watak sang tokoh dilukiskan dari segala aspek dan meliputi semua dimensi, yaitu dimensi fisiologis, psikologis, dan sosial seperti yang terdapat pada tokoh nyata dalam hidup sehari-hari.

       Perwatakan adalah cara menggambarkan watak dan bentuk fisik para pelaku.  Perhatikan penggalan cerpen berikut !
     Sejak bos baru  berkuasa dikantor itu, suasana jadi semrawut. bagaimana tidak? sebagai seorang direktur pekerjaannya hanya mencari–cari kesalahan bawahan. menurut istilah orang jawa, dia itu kikrik sekali.
Watak tokoh bos dalam penggalan cerpen tersebut digambarkan secara langsung, yaitu seorang bos yang hanya suka mencari-cari kesalahan bawahan. penggambaran watak secara langsung atau secara analitik ekspositoris adalah  Penggambaran tokoh secara langsung, baik watak maupun bentuk fisiknya.

Adalah penggambaran ruang, waktu, dan segala situasi yang menjadi ruang bagi tokoh cerita untuk hidup, bergerak, atau mengalami berbagai peristiwa. Latar dibagi menjadi;
-  waktu
-  tempat
-  suasana alamiah
-  suasana batiniah
-  sosial budaya

Dalam menggambarkan tokoh-tokoh pada suatu cerita dapat digunakan 2 (dua) metode:
a. Metode Analitik
    Metode analitik yaitu pengarang secara langsung memaparkan watak tokoh dengan jalan menyebutkan sifat-sifatnya.
    Misalnya: keras hati, keras kepala, tinggi hati, renda hati, pengibah, bengis, pemalu, sombong, atau juga sebagai penipu.
b. Metode Dramatik
    Metode dramatik yaitu penggambaran watak tokoh yang tidak diceritakan secara langsung oleh pengarangnya, tetapi disampaikan hal-hal lain seperti berikut:
    1)   Pilihan nama.
    Nama yang dimaksud adalah nama seseorang dari berbagai stratifikasi social  apapun bentuk namanya sebagai pembentuk perwatakan tokoh.
   2)   Penggambaran fisik
         Penggambaran fisik yang dimaksud adalah postur tubuh, cara berpakaian,dan reaksi antar tokoh
    3)   Penggambaran melalui dialog Penggambaran melalui dialog berupa percakapan antar tokoh maupun yang dilakukan monolog.

5.    Menentukan latar atau setting
       Pelukisan tempat, waktu dan situasi terjadinya suatu peristiwa dalam cerita. Dalam arti luas latar atau setting meliputi: aspek ruang, aspek waktu, dan aspek suasana saat kejadian atau peristiwa itu terjadi.

6.   Pusat kisahan, point of view, sudut pandang cerita , posisi pengarang dalam cerita. Cara ini dikelompokkan menjadi 3 :
a.  Pengarang menceritakan ceritanya dengan menggunakan kata “dia” untuk pelaku utama, tetapi ia ikut hidup dalam pribadi pelakunya, gaya “dia”, pengamat sebagai observer.
b. Pengarang ikut mengambil bagian dalam cerita. Menjadi pelaku utama, bergaya “Aku” , menceritakan kehidupan sendiri.
c. Pengarang sebagai peninjau yang seolah-olah mengerti jalan pikiran pelaku, gaya “dia serba tahu” , sebagai pelaku utama, bawahan, observer, atau yang lainnya.
    Pusat pengisahan adalah cara pengarang menempatkan diri pada cerita. Dari Menentukan pusat

       pengisahan (sudut pandang). Dari sudut mana pengarang memandang ceritanya. Pengarang mempunyai bermacam-macam teknik dalam menceritakan suatu ceritanya, yaitu:
a. Author-Omniscient  (pengarang serba tahu, sebagai orang ketiga) pengarang biasanya mempergunakan kata dia untuk tokoh utama.
b.   Author-Participant  ( pengarang turut serta mengambil bagian dalam cerita) pengarang menggunakan kata aku/ku sebagai tokoh utama.
c.  Author-Observer  (pengarang sebagai peninjau, pemerhati, dan pengamat).  Dengan teknik ini pengarang sebagai pengamat , seolah-olah tidak
d.    mengetahui jalan pikiran tokohnya.
e.    Multiple (campur -aduk)  yaitu campuran dari ketiga teknik tersebut diatas.

7.     Dialog: percakapan antar tokoh dalam rangkaian peristiwa yang membangun suatu cerita.

8.     Tegangan dan padahan(suspens dan foreshadowing)
       Cara menyusun hingga pembaca terus membaca dengan pertanyaan apa yang akan terjadi selanjutnya ? Bagaimana sesuatu peristiwa akan berakhir ? Sebaliknya padahan adalah bagian cerita yang memberikan gambaran mengenai sesuatu yang akan terjadi.

9.    Mengembangkan alur cerita
       Mengembangkan alur cerpen menjadi sebuah cerita yang baik harus memperhatikan cirri-ciri cerpen.

E.   Langkah-Langkah Menulis  Cerpen

            Pengarang yang kreatif tidak akan kebingungan mencari ide cerita karena setiap orang mempunyai pengalaman hidup. Pengalaman merupakan sumber inspirasi yang terus terbarui dan tidak akan pernah habis digali. Tergantung bagaimana seseorang menggunakan perspektifnya dalam memandang dan memaknainya. Pengalaman tidak selalu datang dari kejadian yang dialami diri sendiri, tetapi juga bisa berasal dari kehidupan orang lain.

            Pada dasarnya, semua orang memiliki kemampuan menulis. Namun tingkat kemampuan menulis seseorang tersebut sangat tergantung pada bakat, kemauan, dan minat untuk belajar dan mengembangkan kemampuan menulisnya. Begitu juga dengan menulis cerpen atau cerita pendek. Ini merupakan sebuah karya sastra yang bisa dibilang cukup mudah dan bisa dilakukan oleh semua orang. Anda ingin bisa menulis cerpen? ikuti saja langkah - langkah cara menulis cerpen bawah ini dan niscaya Anda pun bisa menghasilkan sebuah cerpen yang bernilai seni tinggi.

            Salah satu jenis karya sastra yang cukup diminati kalangan remaja adalah cerpen. Dengan ceritanya yang pendek dan tidak terlalu kompleks, cerpen cocok dijadikan bacaan diwaktu senggang. Cerpen merupakan cerita yang bersifat khayalan dan kebenarannya hanya sebatas dalam imajinasi pengarang. Namun, biasanya cerpen adalah refleksi kehidupan masyarakat. Cerita yang diangkat merupakan apa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Secara umum, cerpen (short story) sama dengan prosa fiksi lainnya yang dibangun atas unsure ekstrinsik dan intrinsik. Dalam cerpen, juga terdapat unsur tema, tokoh, latar, sudut pandang, pengarang, dan dialog. Meskipun demikian, ada sifat-sifat khusus cerpen yang membedakannya dengan prosa fiksi lainnya.

1.   Tema
            Setiap tulisan harus memiliki pesan atau arti yang tersirat di dalamnya. Sebuah tema adalah seperti sebuah tali yang menghubungkan awal dan akhir cerita dimana Anda menggantungkan alur, karakter, setting cerita dan lainnya. Ketika Anda menulis, yakinlah bahwa setiap kata berhubungan dengan tema ini.
      Ketika menulis cerpen, bisa jadi kita akan terlalu menaruh perhatian pada satu bagian saja seperti menciptakan penokohan, penggambaran hal-hal yang ada, dialog atau apapun juga, untuk itu, kita harus ingat bahwa kata-kata yang berlebihan dapat mengaburkan inti cerita itu sendiri.
      Cerita yang bagus adalah cerita yang mengikuti sebuah garis batas. Tentukan apa inti cerita Anda dan walaupun tema itu sangat menggoda untuk diperlebar, Anda tetap harus berfokus pada inti yang telah Anda buat jika tidak ingin tulisan Anda berakhir seperti pembukaan sebuah novel atau sebuah kumpulan ide-ide yang campur aduk tanpa satu kejelasan.

2.   Tentukan pokok pikiran
       Buat beberapa pokok pikiran dalam setiap paragraf. Dari pokok pikiran yang telah ditentukan tersebut, kita bisa mengembangkan isi dari cerpen sehingga tidak melenceng dari tema cerpen yang kita tulis. Tetunya juga memperhatikan data-data, keterangan, informasi, dokumen yang terkait dengan peristiwa/ pengalaman yang menjadi sumber inspirasi cerita

3.   Tempo Waktu
       Cerita dalam sebuah cerpen yang efektif biasanya menampilkan sebuah tempo waktu yang pendek. Hal ini bisa berupa satu kejadian dalam kehidupan karakter utama Anda atau berupa cerita tentang kejadian yang berlangsung dalam sehari atau bahkan satu jam. Dan dengan waktu yang singkat itu, usahakan agar kejadian yang Anda ceritakan dapat memunculkan tema Anda.

4.   Setting
       Karena Anda hanya memiliki jumlah kata-kata yang terbatas untuk menyampaikan pesan Anda, maka Anda harus dapat memilih setting cerita dengan hati-hati. Disini berarti bahwa setting atau tempat kejadian juga harus berperan untuk turut mendukung jalannya cerita. Hal itu tidak berarti Anda harus selalu memilih setting yang tipikal dan mudah ditebak. Sebagai contoh, beberapa setting yang paling menakutkan bagi sebuah cerita seram bukanlah kuburan atau rumah tua, tapi tempat-tempat biasa yang sering dijumpa pembaca dalam kehidupan sehari-hari mereka. Buatlah agar pembaca juga seolah-olah merasakan suasana cerita lewat setting yang telah dipilih tadi.

5.     Penokohan dan perwatakan
            Untuk menjaga efektivitas cerita, sebuah cerpen cukup memiliki sekitar tiga tokoh utama saja, karena terlalu banyak tokoh malah bisa mengaburkan jalan cerita Anda. Jangan terlalu terbawa untuk memaparkan sedetail-detailnya latar belakang tiap tokoh tersebut. Tentukan tokoh mana yang paling penting dalam mendukung cerita dan fokuskan diri padanya. Jika Anda memang jatuh cinta pada tokoh-tokoh Anda, pakailah mereka sebagai dasar dalam novel Anda kelak.
            Tokoh dan karakter dari setiap tokoh harus sesuai dengan isi dari cerita. tentukan tokoh utama, tokoh pembantu dan beberapa tokoh figuran lainnya untuk meramaikan isi cerita di cerpen kita

6.   Dialog
            Jangan menganggap enteng kekuatan dialog dalam mendukung penokohan karakter Anda, sebaliknya dialog harus mampu turut bercerita dan mengembangkan cerita Anda. Jangan hanya menjadikan dialog hanya sebagai pelengkap untuk menghidupkan tokoh Anda. Tiap kata yang ditaruh dalam mulut tokoh-tokoh Anda juga harus berfungsi dalam memunculkan tema cerita. Jika ternyata dialog tersebut tidak mampu mendukung tema, ambil langkah tegas dengan menghapusnya. Menetapkan titik pusat kisahan atau sudut pandang pengarang juga tergambar pada dialog.

7.   Alur
            Buat paragraf pembuka yang menarik yang cukup membuat pembaca penasaran untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Pastikan bahwa alur Anda lengkap, artinya harus ada pembukaan, pertengahan cerita dan penutup. Akan tetapi, Anda juga tidak perlu terlalu berlama-lama dalam membangun cerita, sehingga klimaks atau penyelesaian cerita hanya muncul dalam satu kalimat, dan membuat pembaca merasa terganggu dan bingung dalam artian negatif, bukannya terpesona. Jangan pula membuat "twist ending" (penutup yang tak terduga) yang dapat terbaca terlalu dini, usahakan supaya pembaca tetap menebak-nebak sampai saat-saat terakhir. Jika Anda membuat cerita yang bergerak cepat, misalnya cerita tentang kriminalitas, jagalah supaya paragraf dan kalimat-kalimat Anda tetap singkat. Ini adalah trik untuk mengatur kecepatan dan memperkental nuansa yang ingin Anda sajikan pada pembaca.

8.   Tata Bahasa
            Dalam menulis sebuah cerpen, kita harus menggunakan tata bahasa yang baik dan benar sehingga isi dari cerpen kita mudah dicerna dan dipahami oleh para pembaca.

8.   Baca ulang
            Pembaca dapat dengan mudah terpengaruh oleh format yang tidak rapi, penggunanaan tanda baca dan tata bahasa yang salah. Jangan biarkan semua itu mengganggu cerita Anda, selalu periksa dan periksa kembali.

9.    Saring Pendapat
            Setelah cerpen kita selesai, maka sebaiknya kita minta pendapat orang lain yang kita anggap lebih tahu dan berpengalaman serta tidak sungkan untuk memberikan masukan kepada kita tentang: isi cerita, gaya bahasa, dll. Bila perlu, mintalah pendapat pada 2 - 3 orang yang kita anggap memahami tentang cerpen.

9.     Perbaikan  
            Masukan dari orang lain perlu dipertimbangkan, karena menjadi seorang penulis perlu memperhatikan masukan-masukan.
     
F.   Menemukan Nilai-Nilai dalam Cerpen

Menemukan nilai-nilai dalam cerpen bermacam-macam diantaranya sebagai berikut:
1.    Nilai moral                               :  nilai yang berhubungan dengan akhlak,budi pekerti/ susila/ baik buruk tingkah laku
2.     Nilai Sosial                              :  nilai yang berhubungan dengan kemasyarakatan
3.     Nilai relegius/keagamaan         :   nilai yang berhubungan dengan tuntunan agama/ kepercayaan/ keyakinan
4.    Nilai pendidikan/edukasi          :   nilai yang berhubungan dengan tingkah laku dari tidak bisa menjadi bisa/dari buruk menjadi baik/dari bodoh menjadi pintar
5.    Nilai kemanusiaan                    :  nilai yang berhubungan dengan sifat-sifat baik antara manusia yang satu dengan yang lainnya
6.    Nilai budaya                            :   nilai yang berhubungan dengan adat istiadat/ kebiasaan/ dalam masyarakat.
7.    Nilai patriotic/kepahlawanan     :   nilai yang berhubungan dengan jiwa kepahlawanan/ perjuangan
8.     Nilai etika                                :  nilai yang berhubungan dengan sopan santun
9.    Nilai esttika                             :   nilai yang berhubungan dengan keindahan
10.   Nila    i ekonomi                      :   nilai yang berhubungan dengan bidang ekonomi
11.   Nilai Politik                              :   nilai yang berhubungan dengan bidang politik

Definisi Puisi

Definisi Puisi dan Unsur-Unsurnya

Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1)   Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2)   Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3)   Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
(4)   Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5)   Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

2. Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
(1)   Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari
      (a) hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta
      (b) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
(2)   Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.
(3)   Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya
      (a)    sifat puisi,
      (b)    bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan  makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
(4)   Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
(5)   Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi;(a) diksi, (b) imajeri, (c) bahasa kiasan, (d) simbol, (e) bunyi, (f) ritme,(g) bentuk                                                                   (Badrun, 1989:6).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi
(1) tema,
(2) nada,
(3) rasa,
(4) amanat,
(5) diksi,
(6) imaji,
(7) bahasa figuratif,
(8) kata konkret,
(9) ritme dan rima.
Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Djojosuroto (2004:35) menggambarkan sebagai berikut.
Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi sebagai berikut.

2.1 Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
(1)   Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2)   Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
(3)   Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4)   Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5)   Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6)   Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

2.2 Struktur Batin Puisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
(1)   Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2)   Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3)   Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4)   Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari  sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

MEMBACAKAN PUISI

1. Membacakan Puisi sebagai Apresiasi Puisi
Secara makna leksikal, apresiasi (appreciation) mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby dalam Sayuti, 1985:2002). Sementara itu, Effendi (1973: 18) menyatakan bahwa apresiasi sastra adalah menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.
Pada dasarnya, kegiatan membaca puisi merupakan upaya apresiasi puisi. Secara tidak langsung, bahwa dalam membaca puisi, pembaca akan berusaha mengenali, memahami, menggairahi, memberi pengertian, memberi penghargaan, membuat berpikir kritis, dan memiliki kepekaan rasa. Semua aspek dalam karya sastra dipahami, dihargai bagaimana persajakannya, irama, citra, diksi, gaya bahasa, dan apa saja yang dikemukakan oleh media. Pembaca akan berusaha untuk menerjemahkan bait perbait untuk merangkai makna dari makna puisi yang hendak disampaikan pengarang. Pembaca memberi apresiasi, tafsiran, interpretasi terhadap teks yang dibacanya Setelah diperoleh pemahaman yang dipandang cukup, pembaca dapat membacakan puisi.
Karena kata “membacakan” mengandung makna benefaktif, yaitu melakukan sesuatu pekerjaan untuk orang lain, maka penyampaian bentuk yang mencerminkan isi harus dilakukan dengan total agar apresiasi pembaca terhadap makna dalam puisi dapat tersampaikan dengan baik kepada pendengar. Makna yang telah didapatkan dari hasil apresiasi diungkapkan kembali melalui kegiatan membacakan puisi. Dapat pula dikatakan sebagai suatu kegiatan transformasi dari apresiasi pembaca dengan karakter pembacaannya, termasuk ekspresi terhadap penonton.

2. Faktor-faktor Penting dalam Membacakan Puisi
Setiap bentuk dan gaya baca puisi selalu menuntut adanya ekspresi wajah, gerakan kepala, gerakan tangan, dan gerakan badan. Keempat ekspresi dan gerakan tersebut harus memperhatikan faktor-faktor di bawah ini:
(1)      jenis acara: pertunjukkan, pembuka acara resmi, performance-art, dll.
(2)      pencarian jenis puisi yang cocok dengan tema: perenungan, perjuangan, pemberontakan, perdamaian, ketuhanan, percintaan, kasih sayang, dendam, keadilan, kemanusiaan, dll.
(3)      pemahaman puisi yang utuh
(4)      pemilihan bentuk dan gaya baca puisi
(5)      tempat acara: indoor atau outdoor
(6)      audien
(7)      kualitas komunikasi
(8)      totalitas performansi: penghayatan, ekspresi
(9)      kualitas vokal
(10)  kesesuaian gerak
(11)  jika menggunakan bentuk dan gaya teaterikal, maka harus memperhatikan
(a)    pemilihan kostum yang tepat
(b)   penggunaan properti yang efektif dan efisien
(c)    setting yang sesuai dan mendukung tema puisi
(d)   musik yang sebagai musik pengiring puisi atau sebagai musikalisasi puisi

3. Bentuk dan Gaya dalam Membacakan Puisi
            Suwignyo (2005) mengemukakan bahwa bentuk dan gaya baca puisi dapat dibedakan mejadi tiga, yaitu (1) bentuk dan gaya baca puisi secara poetry reading, (2) bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris, dan (3) bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal.

3.1Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Poetry Reading
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya pembaca membawa teks puisi. Adapaun posisi dalam bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan. Intonasi baca seperti keras lemah, cepat lambat, tinggi rendah dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini relatif mudah dilakukan.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala: mengenadah, menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah: mengerutkan dahi, mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4) gerakan bibir: tersenyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan tangan, bahu, dan badan, dilakukan seperlunya. Sedangkan intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata dilakukan secara bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan dilakuakan dengan seperlunya. Sedang yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1) mengambil sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu, dan posisi berdiri dilakukan dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan mata, senyuman dilakukan dengan wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

3.2 Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Deklamatoris
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi seacra deklamatoris adalah lepasnya teks puisi dari pembaca. Jadi, sebelum mendeklamasikan puisi, teks puisi harus dihapalkan. Bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan posisi (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika deklamator memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan tangan: mengepal, menunjuk, mengangkat kedua tangan, (2) gerakan-gerakan kepala: melihat ke bawah, atas, samping kanan, samping kiri, serong, (3) gerakan-gerakan mata: membelalak, meredup, memejam, (4) gerakan-gerakan bibir: tersenyumm, mengatup, melongo, (5) gerakan-gerakan tangan, bahu, badan, dan raut muka dilakukan dengan total. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
Jika deklamator memilih bentuk dan gaya dengan posisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih posisi duduk dengan santai, kaki agak ditekuk, posisi mriing dan badan agak membungkuk, Dan (2) arah dan pandangan mata dilakukan bervariasi: menatap dan menunduk. Sedang yang dilakukan pada posisi berdiri (1) mengambil sikap tegak dengan wajah menengadah, tangan menunjuk, dan (2) wajah berseri-seri dan bibir tersenyum. Yang dilakukan pada saat bergerak (1) melakukan dengan tenang dan bertenaga, dan (2) kaki dilangkahkan dengan pelan dan tidak tergesa-gesa. Intonasi dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

3.3 Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Teaterikal
            Ciri khas bentuk dan gaya baca puisi teaterikal bertumpu pada totalitas ekspresi, pemakaian unsur pendukung, misal kostum, properti, setting, musik, dll., meskipun masih terikat oleh teks puisi/tidak. Bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal lebih rumit daripada poetry reading maupun deklamatoris. Puisi yang sederhana apabila dibawakan dengan ekspresi akan sangat memesona.
            Ekspresi jiwa puisi ditampakkan pada perubahan tatapan mata dan sosot mata. Gerakan kepala, bahu, tangan, kaki, dan badan harus dimaksimalkan. Potensi teks puisi dan potensi diri pembaca puisi harus disinergikan. Pembaca dapat pula menggunakan efek-efek bunyi seperti dengung, gumam, dan sengau diekspresikan dengan total. Lakuan-lakukan pembaca seperti menunduk, mengangkat tangan, membungkuk, berjongkok, dan berdiri bebas diekspresikan sesuai dengan motivasi dalam puisi. Aktualisasi jiwa puisi harus menyatu dengan aktualisasi diri pembaca.
Inilah bentuk dari gaya baca puisi yang paling menantang untuk dilakukan.